Menurut Willy, kebijakan BPOM dalam upaya labelisasi galon mengandung BPA sudah benar. Karena BPOM merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen, di mana produsen AMDK memiliki kewajiban untuk memberikan informasi secara detail dan transparan mengenai suatu produk.
Willy berpendapat, masyarakat sebagai konsumen berhak tahu tentang potensi ancaman yang bisa ditimbulkan dalam peluruhan zat kimia galon BPA pada produk air minum.
Baca Juga:
KADI Inisiasi Penyelidikan Antidumping terhadap Impor Produk Polypropylene Homopolymer
Dia menyamakannya dengan kebijakan penerapan kalimat peringatan pada kemasan bungkus rokok atau pictorial health warning (PHW).
“Industri rokok dan AMDK, sama-sama berkontribusi sangat besar dalam memberikan pemasukan pajak kepada negara. Tetapi kenapa perlakuan di antara kedua industri tersebut sangat bertolak belakang?” katanya.
Pelabelan PHW bahaya rokok sudah diterapkan, sebaliknya pelabelan “Berpotensi Mengandung BPA” pada galon AMDK justru mendapatkan perlawanan.
Baca Juga:
Pertemuan Mendag Budi dengan US-ABC, Perkuat Peran Indonesia dalam Kerja Sama ASEAN-AS
"Cantumkan saja label BPA pada galon AMDK, dan biarkan publik menilai sendiri apa yang dikonsumsinya," katanya.
Keberpihakan negara, menurut Willy, harus lebih condong dalam melindungi kepentingan publik dibandingkan kepentingan privat.
"Jangan malah sebaliknya, kepentingan privat dalam hal ini perusahaan mengalahkan kepentingan publik, yakni kesehatan masyarakat," katanya.