Ada sebuah ungkapan: Gratia (anugerah) melahirkan gratitude (syukur).
Kesadaran akan anugerah Tuhan dalam kehidupan kita akan menghasilkan limpahan ucapan syukur. Ketika anugerah tidak disadari, kita bisa menganggap banyak hal memang sudah sepatutnya kita terima, dan rasa syukur pun berangsur pudar.
Baca Juga:
Dua Pelabuhan Yaman Dilumat dari Udara, Netanyahu: Ini Baru Awal!
Paulus dalam pesannya kepada Timotius dalam 1 Timotius 1:12-17 membahas hal ini. Pernyataan Paulus menunjukkan kesadarannya yang sangat kuat akan anugerah Tuhan dalam hidupnya.
Paulus adalah seorang Yahudi tulen dan awalnya sangat menentang ajaran tentang Yesus Kristus. Ia adalah orang yang menyetujui perajaman martir pertama, Stefanus. Lalu, ia mengancam dan menangkapi para pengikut Kristus (bandingkan dengan Kisah Para Rasul 8:1; 9:1-2).
Ia penghujat dan penganiaya, seorang yang ganas (ayat 13). Namun, Tuhan berkenan menampakkan diri kepadanya, mengubah hidupnya, dan mempercayakan pelayanan pemberitaan Injil kepadanya.
Baca Juga:
Prabowo Minta Kader Tahan Diri: Fokus Kerja, Bukan Gembar-gembor 2 Periode
Paulus tidak sedang membanggakan masa lalunya yang penuh dosa. Ia tengah dipenuhi rasa syukur yang lahir dari limpahnya anugerah Tuhan (ayat 14).
Orang boleh memandangnya sebagai seorang rasul besar, pengkhotbah hebat, tetapi ia sadar betul ia hanyalah seorang pendosa besar yang mendapat kasih karunia Tuhan (ayat 15-16).
Kita perlu terus mengingatkan diri bahwa kesempatan melayani Tuhan adalah kasih karunia, bukan sesuatu yang bisa kita lakukan karena kita lebih baik atau lebih mampu dari orang lain.