Orang yang jadi korban penipuan biasanya tertarik dengan janji gaji tinggi dan pekerjaan mudah. Sebab, hal tersebut merupakan kombinasi ideal bagi mereka yang mencari pekerjaan paruh waktu atau mereka yang memiliki pengalaman bekerja yang minim.
2. Perekrut berkomunikasi secara eksklusif melalui media sosial
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Jika seorang perekrut menghubungi via media sosial, sebaiknya kamu langsung saja skeptis. Pasalnya, perekrut dari perusahaan resmi biasanya berkomunikasi melalui email, telepon, atau aplikasi lowongan kerja, di mana identitas mereka yang sebenarnya ditampilkan.
Meski demikian, ada beberapa perekrut yang mungkin juga mengirim pesan kepada kandidat melalui media sosial sebelum beralih ke sarana komunikasi yang lebih formal seiring berlanjutnya pembicaraan. Namun, kamu tetap harus berhati-hati!
3. Perusahaan mengirimkan email yang mencurigakan
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
Berkomunikasi melalui email tidak secara otomatis membuat lowongan pekerjaan tersebut menjadi valid. Bahkan, kamu bisa mengidentifikasi penipuan rekrutmen lowongan berdasarkan isi email.
Apakah pesan tersebut berasal dari alamat email resmi perusahaan? Jika itu berasal dari alamat email pribadi atau yang tidak terkait dengan perusahaan yang diklaimnya mewakili, maka iklan pekerjaan itu bisa jadi penipuan.
4. Perekrut menanyakan informasi pribadimu