WahanaTravel.co | Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, mengagumi kebersihan dan pesona alam Desa Wisata Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali, yang memadukan keindahan alam dan budaya.
Desa Penglipuran merupakan salah satu desa wisata adat terbaik dan terbersih se-dunia (Green destination dari Sustainable Destinations Top 100) versi Green Destinations Foundation.
Baca Juga:
Dalam Setahun, Desa Wisata di Bogor Tambah 15 Destinasi
“ini (pengelolaan desa wisata) harus ditiru desa-desa lain yang memiliki potensi wisata alam dan budaya seperti Penglipuran,” ujar Abdul Halim Iskandar, di sela kunjungan kerjanya di Desa Wisata Penglipuran, Bangli, Bali, Minggu (24/10/2021).
Dalam kunjungannya, Gus Halim, didampingi Istri, Umi Lilik Nasriyah, berdialog dengan pemangku kepentingan desa, warga, dan pemuka adat setempat, seperti Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Bangli, Dewa Agung Bagus Riana Putra; Bendesa Adat (Kepala Desa Adat) Penglipuran, I Wayan Budiarta; Kepala Pengelola Wisata Desa Adat Penglipuran, I Nengah Moneng; dan sejumlah pemangku kepentingan desa lainnya.
Dalam dialog bersama tokoh adat dan pemangku kepentingan desa Penglipuran tersebut, Gus Halim menyatakan bahwa kunci keberhasilan desa wisata adalah proses pengembangannya yang tidak boleh lepas dari akar budaya lokal.
Baca Juga:
PLN dan TNI AL Kolaborasi Dukung Desa Budo sebagai Desa Wisata 2022
"Desa wisata jangan sampai keluar dari alam, jangan keluar dari akar budaya. Kalau tidak, wisatanya cenderung tidak akan bertahan lama," ujarnya.
Menurut Gus Halim, budaya Indonesia yang paling khas dan menarik banyak wisatawan, adalah budaya-budaya yang bersifat sakral.
Tentu saja bukan budaya yang dibuat-buat, namun budaya tersebut telah turun temurun diwariskan oleh para leluhur terdahulu.
"Yang menarik di Bali ini, di kota saja selalu ada perempuan pakai baju adat, sesajen, tanpa menghiraukan hiruk pikuk, itu menarik. Itu kan bukan dibuat-buat, tapi emang itu ritual rutin yang dilakukan masyarakat," ujarnya.
Selain itu, pengembangan desa wisata berbasis akar budaya sejalan dengan tujuan SDGs Desa ke-18, yakni Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.
"SDGs Desa ke-18 banyak sekali impact-nya. Melibatkan kelembagaan desa adat, ini perlu dihidupkan kembali," ujarnya.
Menurut Bendesa Adat (Kepala Desa Adat) Penglipuran, I Wayan Budiarta, Desa Wisata Adat Panglipuran dibangun dengan Konsep Tri Mandala, di mana tata ruang desa dibagi menjadi tiga wilayah, yakni Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala.
Hutan bambu yang mengelilingi desa ini terus dijaga dan dilestarikan sampai saat ini, sebagai bentuk pelestarian warisan dari para leluhur, dan wujud nyata dalam menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Selain itu, ritual adat yang selalu dilaksanakan warga desa, dan suguhan kuliner khas Loloh Cemcem dan Tipat Cantok menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Desa Penglipuran telah menerima banyak penghargaan dari dalam maupun luar negeri, di antaranya desa wisata terbersih versi majalah internasional Bombastic tahun 2017, Kalpataru, Indonesia Sustainable Tourisme Award (ISTA) tahun 2017, dan 3 (tiga) besar green destination dari Sustainable Destinations Top 100 versi Green Destinations Foundation tahun 2019. [AS]