Wahanatani.com | NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani.
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan.
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun dengan biaya produksi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) nasional sebesar 108,67 per Januari 2022. Angkanya naik 0,3 persen dari posisi Desember 2021 lalu sebesar 108,34.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan kenaikan NTP, bulan lalu khususnya, didorong oleh kenaikan subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 17,4 persen. Alhasil, NTP subsektor tersebut mencapai 131,81.
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
"NTP Januari 2022 tertinggi terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat, yakni 131,81 dan terendah subsektor hortikultura sebesar 99,67," ucap Margo dalam konferensi pers, Rabu (2/2).
Ia menjelaskan NTP di 20 provinsi meningkat, sedangkan NTP di 13 provinsi turun. Sementara, NTP di satu provinsi tak berubah.
"Kenaikan NTP tertinggi pada Januari 2022 terjadi di Provinsi Aceh, yaitu sebesar 1,74 persen," imbuh Margo.
Menurut Margo, kenaikan NTP di Aceh didorong oleh peningkatan subsektor tanaman perkebunan rakyat, khususnya komoditas kopi yang sebesar 3,36 persen.
Sementara, penurunan NTP terbesar terjadi di Sulawesi Barat, yakni 1,93 persen yang disebabkan oleh penurunan pada subsektor tanaman perkebunan rakyat, khususnya komoditas kelapa sawit mencapai 3,02 persen.
Lebih lanjut, Margo menyatakan indeks konsumsi rumah tangga (IKRT) naik sebesar 0,45 persen per Januari 2022. Kenaikan ini didorong seluruh kelompok pengeluaran.
"Dari 34 provinsi yang dihitung IKRT nya, 29 provinsi alami peningkatan IKRT, 4 provinsi alami penurunan IKRT, dan satu provinsi lainnya cenderung tidak berubah," kata Margo.
Ia menambahkan peningkatan IKRT tertinggi terjadi di Kalimantan Tengah sebesar 1,36 persen. Kemudian, penurunan IKRT terbesar terjadi di Sulawesi Utara sebesar 0,45 persen. [tum]