Wahanatani.com | Kebijakan penerapan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak sawit, menurut anggota DPR RI Martin Manurung bukan alasan menekan harga sawit petani.
“Banyak laporan yang saya terima dari para petani sawit. Mereka mengaku harga sawit turun hingga seribu rupiah dari harga pasaran saat ini. Para pengusaha yang membeli memakai kebijakan DMO dan DPO sebagai alasannya,” kata Martin dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis (3/2/2022).
Baca Juga:
Menteri ESDM: 117 Perusahaan Tambang Harus Segera Penuhi Kewajiban Setoran PNBP
Wakil Ketua Komisi VI DPR menegaskan di tengah membaiknya harga komoditas dunia, dan sebagian besar komoditas CPO adalah untuk ekspor, pengusaha sudah mendapat untung yang besar. Dengan kebijakan DMO dan DPO, mereka hanya harus memperkecil margin keuntungan di dalam negeri.
Martin meminta Kementerian Perdagangan untuk mengawasi penuh penerapan DMO dan DPO minyak sawit.
Menurutnya, kebijakan tersebut saat ini dimanfaatkan sebagian oknum produsen untuk menekan harga tandan buah segar (TBS) di petani.
Baca Juga:
Mendag Zulhas Batalkan Wajib Tunjukkan KTP Jadi Syarat Beli Minyakita
Dengan fenomena itu, kata dia, Pemerintah melalui tiga Kementerian, yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perindustrian seharusnya duduk bersama untuk mengnyinergikan permasalahan minyak goreng dari hulu hingga ke hilir.
“Koordinasi tersebut diperlukan agar harga eceran tertinggi melalui kebijakan DMO dan DPO harus secara bersamaan melindungi konsumen, sekaligus produsen, khususnya para petani sawit kecil,” ujar Martin.
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022 tentang harga eceran tertinggi (HET) merinci bahwa harga minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter.