Setelah itu, muncul lagi permasalahan dari sektor permodalan. Tiap peserta diberikan akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari bank BJB sebesat Rp50 juta perorang.
Namun ternyata dana tersebut tidak diberikan secara tunai kepada petani. Dana tersebut justru disimpan dan dikelola oleh salah satu perusahaan offtaker.
Baca Juga:
Cetak SDM Petani Unggul, Generasi Z Diminta Aktif di Dunia Pertanian
Itu artinya, Rizky dan peserta lainnya tidak memegang uang tunai, melainkan dalam bentuk barang seperti indukan tanaman dan barang-barang lainnya.
Panen pertama yang dituai Rizky dan teman-temannnya terjadi pada Desember 2021. Namun ketika itu hasil panen sedikit, sehingga proses bagi hasil tidak dilakukan. Rizky baru mendapatkan uang apresiasi dari perusahaan offtaker sebesar Rp2,5 juta pada Januari 2022.
"Dan hasilnya pun sangat kecil hanya 1.046 tanaman yang mampu kita panen karena masih banyak tanaman dalam masa pemulihan," ujarnya.
Baca Juga:
Dinilai Inovatif, Ketua DPD Minta Petani Milenial Buka Pasar
Panen selanjutnya pada Maret 2022, dengan jumlah hasil panen naik mencapai 5.540 tanaman dan tiap tanaman dihargai Rp50 ribu. Artinya ketika itu Rizky mengumpulkan Rp277 juta. Namun anehnya, keuntungan itu tak kunjung ia terima.
Rizky Kembali panen pada April 2022 dengan nilai penjualan tanaman sebesar Rp373 juta. Selanjutnya ia melakukan panen keempat yang merupakan puncak, yakni bulan Juli, tepat sebelum kontrak habis pada 28 Juli.
Tiba-tiba dijerat utang