Wahanatani.com | Kebijakan pengendalian harga dan pasokan minyak goreng (Migor) dinilai masih semrawut.
Pasalnya, kebijakan kewajiban pasok dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) yang dibarengi dengan penetapan harga atau domestic price obligation (DPO) minyak sawit dinilai keliru. Kebijakan ini membuat pengusaha jengkel.
Baca Juga:
Sebelum Ditangkap Hakim Djuyamto Titipkan HP-Uang ke Satpam PN Jaksel
Direktur HRD and Legal PT Sumi Asih Markus Susanto mengatakan pabriknya yang bergerak di bidang oleokimia setop produksi karena aturan DMO dan DPO minyak sawit. Markus mengatakan, pabriknya yang berlokasi di Tambun, Bekasi, Jawa Barat ini telah merumahkan 350 karyawannya.
"Rinciannya, 300 karyawan yang bekerja di pabrik dan 50 karyawan di kantor pusat. Mereka sudah tiga minggu kami rumahkan. Karena dirumahkan, mereka lakukan demo," katanya melansir dari detikcom, Minggu (13/3/2022).
Dikatakan Markus, selain pabriknya, dikabarkan ada lima pabrik lain yang dikabarkan bernasib sama, sehingga total ada enam pabrik yang setop produksi.
Baca Juga:
Sumber Dana Rp60 Miliar Terkait Imbalan Vonis Lepas Didalami Kejagung
"Lima itu perusahaan pabrik minyak goreng. Kalau oleokimia itu Sumi Asih. Sempat dapat informasi juga PT Indo Sultan (Jaya) yang memproduksi sabun, tapi itu perlu konfirmasi lebih, masih jalan atau tidak," katanya.
Dia memprediksi ke depannya makin banyak perusahaan yang tutup akibat dari DMO dan DPO. Apalagi DMO dinaikkan dari 20% ke 30%.
"Saya yakin ini kalau dibiarkan satu bulan lagi saja, apalagi mau puasa dan lebaran akan ada perusahaan lain yang menyusul, akan ada PHK massal," ujarnya.