Wahanatani.com | Jika Jokowi memilih lahan kosong di Kalimantan Timur yang kini disebut Nusantara dan Sukarno memilih Palangkaraya, maka Presiden Soeharto memilih Jonggol, yang merupakan bagian dari Kabupaten Bogor, Jawa barat.
Sejak zaman Orde Baru, Jakarta sudah menjadi kota yang semakin padat. Kondisi ini melahirkan ide pemindahan ibu kota negara.
Baca Juga:
Destinasi Hits Terbaru Indonesia, 5.000 Wisatawan Serbu IKN Setiap Hari
Dalam persiapan sebagai ibu kota, Jonggol hendak dijadikan kota terlebih dahulu. Presiden daripada Soeharto telah merilis sebuah Keputusan Presiden Nomor 1/1997 tertanggal 15 Januari 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri.
Keppres pengembangan kawasan Jonggol itu nantinya akan menjadikan wilayah perkotaan, yang di dalamnya ada ada kawasan permukiman, industri, kawasan perdagangan, kawasan pendidikan, pusat kota dan pemerintahan. Di sekitarnya akan pula kawasan pertanian, perkebunan, hutan lindung, waduk dan bendungan.
Demi mewujudkan niatan daripada Presiden RI tersebut, akan dibentuk Tim Pengarah Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri dan Badan Pengendali Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri.
Baca Juga:
Prabowo Lantik Basuki Hadimuljono sebagai Kepala OIKN
Masing-masing akan disebut Tim Pengarah dan Badan Pengendali. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah kabupaten Bogor dilibatkan dalam rencana tersebut.
Jonggol dekat dengan kawasan Jabotabek yang sudah sangat berkembang pada masa Orde Baru. Daerah Jonggol bisa diakses dari Jakarta lewat jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi). Beberapa perumahan sudah muncul di sekitar Cibubur kala itu.
Pembangunan kawasan seluas 30 hektar tersebut akan diserahkan kepada pihak swasta. Pihak swasta yang kemudian digandeng adalah PT Bukit Jonggol Asri, yang terkait dengan Bambang Trihatmodjo, anak ketiga daripada Presiden Soeharto.