Wahanatani.com | Jika Jokowi memilih lahan kosong di Kalimantan Timur yang kini disebut Nusantara dan Sukarno memilih Palangkaraya, maka Presiden Soeharto memilih Jonggol, yang merupakan bagian dari Kabupaten Bogor, Jawa barat.
Sejak zaman Orde Baru, Jakarta sudah menjadi kota yang semakin padat. Kondisi ini melahirkan ide pemindahan ibu kota negara.
Baca Juga:
Pembangunan Dipercepat, IKN Siap Jadi Ibu Kota Politik pada 2028
Dalam persiapan sebagai ibu kota, Jonggol hendak dijadikan kota terlebih dahulu. Presiden daripada Soeharto telah merilis sebuah Keputusan Presiden Nomor 1/1997 tertanggal 15 Januari 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri.
Keppres pengembangan kawasan Jonggol itu nantinya akan menjadikan wilayah perkotaan, yang di dalamnya ada ada kawasan permukiman, industri, kawasan perdagangan, kawasan pendidikan, pusat kota dan pemerintahan. Di sekitarnya akan pula kawasan pertanian, perkebunan, hutan lindung, waduk dan bendungan.
Demi mewujudkan niatan daripada Presiden RI tersebut, akan dibentuk Tim Pengarah Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri dan Badan Pengendali Pengembangan Kawasan Jonggol Sebagai Kota Mandiri.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Alokasikan Rp 48,8 Triliun untuk Lanjutkan Pembangunan IKN
Masing-masing akan disebut Tim Pengarah dan Badan Pengendali. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah kabupaten Bogor dilibatkan dalam rencana tersebut.
Jonggol dekat dengan kawasan Jabotabek yang sudah sangat berkembang pada masa Orde Baru. Daerah Jonggol bisa diakses dari Jakarta lewat jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi). Beberapa perumahan sudah muncul di sekitar Cibubur kala itu.
Pembangunan kawasan seluas 30 hektar tersebut akan diserahkan kepada pihak swasta. Pihak swasta yang kemudian digandeng adalah PT Bukit Jonggol Asri, yang terkait dengan Bambang Trihatmodjo, anak ketiga daripada Presiden Soeharto.
"Di proyek Bukit Jonggol Asri City Mandiri, ada keterlibatan putra presiden dan kehadiran satu perusahaan milik Grup Salim yang bertindak sebagai salah satu pemegang saham," tulis Haryo Winarso dan An An Kartiwa dalam buku Perjuangan Keadilan Agraria (2019:152).
Ribuan hektar tanah di sana tidak memakai izin lokasi berkat rekomendasi daripada Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional pada 1998.
Hingga 1997, PT Bukit Jonggol Asri telah berhasil menempati areal seluas 12.818 hektar dengan rincian 8.918 hektar hutan, 2.100 hektar perkebunan, dan 1.800 hektar lahan rakyat di Bogor.
Ketika proyek itu mulai berjalan, pada akhir tahun 1997, krisis moneter sedang menjangkiti Indonesia. Gerakan anti Soeharto, yang lalu disebut Gerakan Reformasi, kemudian juga menguat menjelang Mei 1998.
Tekanan keras dari bawah kemudian membuat elit Indonesia kemudian menyarankan Presiden Soeharto untuk mundur. Pada 21 Mei 1998, dengan disiarkan langsung di televisi, Soeharto secara resmi mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia. Rencana menjadikan Jonggol sebagai kota Mandiri dan ibukota negara pun kandas. [tum]