Wahanatani.com | Pengembangan perkebunan kelapa sawit saat ini faktanya tidak semudah membalik telapak tangan.
Misalnya saja untuk kebun kelapa sawit yang dikembangkan paska periode tahun 2000 an kerap kali menghadapi beragam tantangan, lantaran budidaya dilakukan di kelas lahan 2 keatas dan berbukit, atau bahkan di lahan dengan tipe tanah berpasir (spodik).
Baca Juga:
Tim Terpadu Provinsi Aceh Lakukan Sidak ke PT MSB II di Desa Namo Buaya
Pengembangan budidaya kelapa sawit saat ini tidak lagi seperti dua dasawarsa silam.
Ketatnya perizinan lahan dan kian terbatasnya ketersediaan areal menjadi musabab budidaya kelapa sawit lebih banyak dilakukan pada lahan kelas tiga seperti lahan berbukit dan bertipe spodik (berpasir). lantas dapatkah tipe lahan tesebut mampu menghasilkan produktivitas sawit lebih tinggi?
Terbatasnya ketersediaan lahan untuk budidaya kelapa sawit ternyata tidak membuat para praktisi perkebunan kelapa sawit patah arang, terbukti beberapa inovasi dilakukan guna mengatasi keterbatasan tersebut.
Baca Juga:
Kembangkan Inovasi, Balai Kemenperin Pacu Hilirisasi Sawit Jadi Produk Cokelat
Seperti yang dilakukan salah satu perkebunan kelapa sawit yang dikelola Bumitama Gunajaya Agro (BGA) Group.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Kalimantan itu tidak memperoleh kelas lahan yang baik, tercatat 45% adalah lahan marginal, berbukit dan berpasir.
“45 persen adalah kelas lahan 3 dengan kesesuaian budidaya yang sangat kurang, sebab itu untuk memperoleh produksi tinggi ada beberapa faktor pembatas bisa kita intervensi, lantas di eleminasi dan hasilnya bisa mengubah kelas lahan,” kata Productivity & Quality Improvement Controller Head, Bumitama Gunajaya Agro Group, Mohamad Zazali dilansir dari Infosawit.com, Minggu, (2/01/2022).