WahanaNews-Persona | Jika mendengar kata emansipasi pasti sosok Kartini yang terlintas di pikiran. Padahal, selain Kartini, terdapat dua sosok lainnya yang sama-sama ikut berjuang dalam menyetarakan hak wanita. Dialah Rukmini dan Kardinah.
Namanya nyaris terlupakan padahal jasanya besar pula bagi perempuan Indonesia. Ketiga bersaudara ini berjuang bersama dalam menggebrak dunia baru. Meski lahir dari ibu yang berbeda, ketiga bersaudara ini sangat kompak, bahkan ketiganya mendapat julukan Het Klaverblad atau Daun Semanggi.
Baca Juga:
Mahkamah Konstitusi Terima 206 Permohonan Sengketa Pilkada Kabupaten hingga Provinsi
RA Kartini
Setiap tanggal 21 April, seluruh masyarakat Indonesia memperingati hari kelahirannya. Dikenal sebagai pahlawan emansipasi, Kartini menyuarakan kesetaraan hak wanita. Raden Ajeng Kartini merupakan putri dari seorang Bupati Jepara bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah. Karena berasal dari keluarga bangsawan, Kartini dapat mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School. Sayang, pendidikannya harus terhenti karena harus menjalani pingit.
Melihat nasib para perempuan yang selalu terkurung dan terbelakang, timbul keinginan Kartini untuk melawan. Pada 12 November 1903, Kartini resmi menjadi menikah dengan Bupati Rembang, KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Walaupun sudah menikah, perjuangannya terus berlanjut. Beruntung, sang suami mendukung perjuangan Kartini dalam mendirikan sekolah khusus perempuan.
Baca Juga:
ASDP Gandeng Bank Indonesia Perkuat Distribusi Uang Rupiah hingga ke Pelosok Negeri
RA Kardinah
Kartini dan Kardinah lahir dari ibu yang sama. Kardinah merupakan adik dari RA Kartini. Saat muda, Kardinah bersama kedua saudaranya bersama-sama menyuarakan hak-hak wanita. Mereka telah melewati banyak hari bersama, terutama saat masa pingitan. Dari ketiga bersaudara tersebut, Kardinah yang pertama menikah. Dia menikah dengan Ario Reksonegoro X yang kala itu menjadi Patih Pemalang. Setelah sang suami menjadi Bupati Tegal, ia ikut diboyong ke kota itu.
Untuk melanjutkan perjuangannya, Kardinah mendirikan sekolah khusus wanita pribumi yang bernama Sekolah Kepandaian Putri Wisma Pranowo di sana. Sekolah itu mengajarkan para wanita pribumi berbagai hal seperti mengaji, membatik, bahasa belanda, dan pendidikan watak. Selain sekolah, Kardinah juga mendirikan sebuah rumah sakit yang dinamakan Rumah Sakit Kardinah dan sebuah perpustakaan bernama Panti Sastra.