WahanaNews-Health | Kementerian Kesehatan melarang Pegawai aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai non ASN khususnya dokter pada unit pelaksana teknis terlibat aksi damai menolak penyusunan RUU Kesehatan yang diinisiasi oleh sejumlah organisasi profesi (OP) seperti IDI, PPNI, IBI, IAI, dan sejumlah OP kesehatan lainnya.
Larangan tersebut tertuang melalui SE Nomor UM.01.05/I.2/1743/2022 perihal larangan meninggalkan pelayanan yang diteken Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Azhar Jaya pada 27 November 2022.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
"Bagi pimpinan unit pelaksana teknis dan dokter yang meninggalkan pelayanan untuk mengikuti aksi damai akan dikenakan aturan disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku pada satuan kerja masing-masing," demikian bunyi poin keempat SE tersebut.
Kemenkes sekaligus mewanti-wanti bahwa setiap pimpinan satuan kerja unit pelaksana teknis wajib menegakkan disiplin pegawai sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil serta ketentuan lain yang berlaku pada masing-masing fasilitas kesehatan.
"Setiap dokter wajib mengutamakan pelayanan kepada pasien pada fasilitas pelayanan kesehatan," lanjut Kemenkes.
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
Sementara itu, Juru Bicara Aliansi Nasional Nakes dan Mahasiswa Kesehatan Seluruh Indonesia, Mahesa Paranadipa mengatakan aksi damai kali ini bertujuan untuk menyelamatkan nasib kesehatan bangsa Indonesia dalam masa-masa ke depan.
"Ya itu sifat izin institusi ya [larangan aksi damai oleh Kemenkes]. Tapi kami sendiri mendorong, mengimbau semua orang yang punya peduli terhadap nasib bangsa dan rakyat ini ke depan, ayo kita suarakan," kata Mahesa di depan pagar Gedung MPR/DPR, Jakarta Pusat, Senin (28/11).
Ia mengatakan para perwakilan OP medis sebelumnya mendapat informasi terkait draf naskah RUU Kesehatan yang bocor. Dalam draf itu terdapat beberapa kondisi yang tidak disepakati oleh mereka, yakni penghapusan UU Profesi.
Padahal UU Profesi menurut mereka memiliki posisi penting dalam tata laksana dan hak kewajiban masing-masing OP di Indonesia. OP kesehatan telah sepakat bahwa kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat.
Adapun UU Profesi yang dimaksud meliputi UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan.
Selain itu, mereka juga memprotes perubahan pada masa berlaku surat tanda registrasi (STR) dalam RUU Kesehatan. Mereka menolak aturan STR dalam RUU Kesehatan berlaku untuk selamanya. Sementara berdasarkan aturan terkini, yakni Permenkes Nomor 83 tahun 2019, STR berlaku selama lima tahun sejak pendaftaran oleh tenaga kesehatan.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono berharap enam pilar transformasi kesehatan di Indonesia yang telah ditargetkan Kemenkes nantinya dapat terealisasi, salah satunya melalui transformasi aturan dalam RUU Kesehatan.
Ia menyebut perlu ada penyederhanaan regulasi dan sejumlah aturan tambahan guna menguatkan sistem kesehatan di Indonesia. Ia membeberkan enam masalah kesehatan di Indonesia yang perlu diubah.
Pertama, kurangnya akses ke layanan primer yang ada di masyarakat. Dante mengatakan kondisi itu menyebabkan banyaknya kasus kematian yang terjadi di Indonesia, padahal kasus tersebut dapat dicegah apabila mendapatkan penanganan tepat.
Kedua, kurangnya kapasitas pelayanan rujukan di rumah sakit. Dante melaporkan empat penyakit katastropik utama penyebab kematian di Indonesia adalah jantung, stroke, kanker, dan ginjal. Sementara penyakit dengan pembiayaan terbesar adalah jantung dan kanker.
Ketiga, ketahanan kesehatan di Indonesia yang masih lemah. Dante menyebut Indonesia masih banyak bergantung pada impor dan teknologi hasil riset negara maju. Ia mencatat 90 persen bahan baku obat selama ini masih impor.
Keempat, pembiayaan kesehatan yang masih belum efektif. Ia kemudian menilai salah satu solusi keluar dari kubangan tersebut adalah dengan memastikan pembiayaan yang adil serta meningkatkan manfaat promotif dan preventif.
Kelima, SDM kesehatan yang kurang dan tidak merata. Standar jumlah dokter yang ada di Indonesia memiliki 270 ribu dokter. Sementara saat ini, jumlah dokter yang tersebar di Indonesia dan berpraktik di fasilitas kesehatan masih berada di kisaran 120 ribu orang.
Ia pun meminta agar proses perizinan praktik dokter WNI lulusan luar negeri tidak lagi dipersulit. Kendati demikian, Dante tetap mewanti-wanti proses penilaian mutu dan kualitas dokter tersebut harus dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Keenam, minimnya integrasi teknologi kesehatan dan regulasi inovasi bioteknologi. Dante mencatat saat ini terdapat lebih dari 400 aplikasi kesehatan milik pemerintah yang belum saling terintegrasi. Kemudian sejumlah data yang sama dikumpulkan oleh sistem atau aplikasi yang berbeda.(jef)