Krtnews.id | PLN membutuhkan tambahan pasokan batubara untuk pembangkitan listrik sebanyak 7,7 juta ton akibat meningkatnya konsumsi listrik yang mencapai 5,3 terawatt jam (TWh).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan bahwa tambahan batubara juga dibutuhkan karena PLN telah melakukan renegosiasi dengan produsen listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) untuk mengurangi beban kelebihan pasokan listrik.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Renegosiasi tersebut sekaligus untuk menurunkan besaran skema take or pay yang mengharuskan PLN untuk membayar listrik secara penuh sesuai kontrak walau dalam kondisi dipakai atau tak dipakai.
"Kami membutuhkan tambahan pasokan batubara sekitar 7,7 juta ton untuk mengatasi pertumbuhan permintaan di pembangkit kami," kata Darmawan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR pada Selasa (9/8).
Darmawan mengatakan, permintaan penambahan suplai batubara ke PLN ditujukan agar tidak terjadi krisis pasokan yang pernah terjadi pada awal tahun ini.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Dia menilai, dengan disparitas harga yang lebar antara harga jual batubara dalam kebijakan domestic market obligation (DMO) sebesar US$ 70 per ton dengan harga pasar dapat berpotensi menggangu cadangan batubara PLN. "Kami melihat bahwa tren stok aman PLN makin turun," sambungnya.
Sejak awal tahun, Kementerian ESDM telah memberikan penugasan kepada sejumlah perusahaan batubara untuk menyisihkan 31,8 juta ton baru bara untuk kebutuhan operasional PLN. Namun hingga bulan ini, ujar Darmawan, capaian penugasan masih berada di angka 14,3 juta ton tau 45%.
"Kalau kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka kondisi yang tadinya aman bisa bergeser jadi kondisi krisis kembali," ujar Darmawan.