Perusahaan yang berkantor pusat di Tokyo ini menilai keputusan untuk keluar dari proyek smelter Pomalaa berdampak minimal pada kinerja mereka untuk tahun buku yang berakhir pada 31 Maret 2022 dan 31 Maret 2023.
Sebelumnya, Vale berencana membangun smelter Pomalaa dengan teknologi High-Pressure Acid Leaching (HPAL), dengan target keputusan investasi akhir (final investment decision/FID) pada tahun ini.
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
Oleh karena itu Vale berupaya melengkapi semua persyaratan, mulai dari teknis, perizinan, komersial, dan pembiayaan, sesegera mungkin. Yang pasti, Vale telah mendapatkan izin AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Smelter Pomalaa rencananya akan memiliki kapasitas produksi sekitar 40.000 ton per tahun. Vale sebelumnya menargetkan pembangunan smelter ini akan dimulai pada pertengahan 2021.
Vale berencana memproduksi bijih limonit atau bijih nikel kadar rendah, yang merupakan salah satu komponen utama pembuatan baterai listrik melalui proses HPAL, sebagai salah satu upaya untuk berkontribusi dalam agenda dekarbonisasi Indonesia. [jat]