Tambangnews.id | Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (SMM) Memutuskan untuk mundur dari kemitraannya dengan PT Vale Indonesia pada proyek peleburan serta pemurnian (smelter) nikel di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
“SMM telah memutuskan untuk menghentikan studi kelayakan (feasibility study) yang telah berjalan pada proyek konstruksi smelter nikel di Pomalaa,” tulis pernyataan perusahaan asal Jepang tersebut melalui keterangan tertulis, dikutip Kamis (28/4).
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
Kemitraan antara Sumitomo dan Vale dalam studi kelayakan proyek smelter Pomalaa telah berjalan sejak 2012. Studi kelayakan definitif untuk proyek ini telah dilakukan sejak 2018.
Namun karena penyebaran Covid-19, prosedur untuk mendapatkan izin dan diskusi dengan Vale tertunda. Dalam keadaan seperti ini Vale telah mulai mencari alternatif untuk mempromosikan proyek Pomalaa dengan Sumitomo.
“Sumitomo tidak dapat melanjutkan negosiasi dengan Vale karena sulit untuk mempertahankan tim studi proyek internal dan eksternal tanpa prospek kemajuan di masa depan. Sumitomo telah menyimpulkan bahwa kami tidak punya pilihan selain menghentikan studi,” tulis pernyataan Sumitomo.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
Sumitomo juga menyampaikan bahwa proyek smelter pomalaa merupakan inti dari strategi mereka untuk mengamankan sumber daya nikel untuk mencapai visi jangka panjang produksi nikel 150.000 ton per tahun.
Proyek ini juga diposisikan sebagai proyek besar untuk meningkatkan nilai perusahaan dalam rencana bisnis 3 tahun 2021 yang belum lama ini diungkapkan.
“Meskipun kami menyayangkan hasil ini, kami akan melanjutkan upaya kami untuk mengamankan sumber daya nikel untuk memperkuat rantai nilai tiga bisnis Sumitomo, yakni sumber daya mineral, peleburan dan pemurnian, dan material) dan memastikan pasokan produksi nikel yang stabil,” tulis Sumitomo.
Perusahaan yang berkantor pusat di Tokyo ini menilai keputusan untuk keluar dari proyek smelter Pomalaa berdampak minimal pada kinerja mereka untuk tahun buku yang berakhir pada 31 Maret 2022 dan 31 Maret 2023.
Sebelumnya, Vale berencana membangun smelter Pomalaa dengan teknologi High-Pressure Acid Leaching (HPAL), dengan target keputusan investasi akhir (final investment decision/FID) pada tahun ini.
Oleh karena itu Vale berupaya melengkapi semua persyaratan, mulai dari teknis, perizinan, komersial, dan pembiayaan, sesegera mungkin. Yang pasti, Vale telah mendapatkan izin AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Smelter Pomalaa rencananya akan memiliki kapasitas produksi sekitar 40.000 ton per tahun. Vale sebelumnya menargetkan pembangunan smelter ini akan dimulai pada pertengahan 2021.
Vale berencana memproduksi bijih limonit atau bijih nikel kadar rendah, yang merupakan salah satu komponen utama pembuatan baterai listrik melalui proses HPAL, sebagai salah satu upaya untuk berkontribusi dalam agenda dekarbonisasi Indonesia. [jat]