Jadi, kata Peneliti CORE itu, perlu ada SDM (sumber saya manusia) lebih besar yang perlu dikerahkan untuk menelusuri praktik itu.
"Termasuk untuk melihat dari sisi government daripada bisnis tambang yang ada di daerah-daerah. Termasuk juga lebih teliti, men-scurity nice sumber-sumber pendanaan untuk kampanye atau pilkada, nah itu di daerah-daerah. Jadi saya rasa memang membutuhkan kerja keras dan tambahan resources bagi KPK untuk melakukan itu," ujarnya.
Baca Juga:
PN Jaksel Putuskan Tak Berwenang Adili Gugatan PDIP Lawan Penyidik KPK, Ini Pertimbanganya
Sementara Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat, Hari Purwanto menilai jika maraknya mafia tambang yang bermunculan karena kurangnya audit pengawasan lapangan, illegal minning serta lemahnya tata kelola dan perizinan sektor pertambangan.
"Tentunya peran pemerintah, pengusaha dan masyarakat untuk meminimalisir maraknya mafia tambang. Maraknya mafia tambang ini adalah perlawanan terhadap aturan baku dalam mencari keuntungan," kata Hari kepada wartawan, Rabu (4/5/2022).
Menurut Hari, mafia tambang tidak mungkin bisa bergerak bila tidak mendapat beking oknum aparat, birokrasi bahkan politisi.
Baca Juga:
Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Baru Menjabat 6 Bulan Jadi Tersangka Korupsi
Sehingga sangat perlu kerjasama aparat penegak hukum yaitu Mabes Polri, KPK dan Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas dan memberantas kasus mafia tambang.
Apalagi, kata dia, pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Bidang Usaha Pertambangan Batu Bara.
"Tentunya PP No 15 Tahun 2022 dapat menjadi acuan aparatur hukum untuk membantu meningkatkan pendapatan negara dari sektor tambang, dimana Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut realisasi penerimaan pajak di sektor pertambangan pada kuartal I/2022 tumbuh 195,4 persen dari periode yang sama tahun lalu," katanya.