Tambangnews.id | Pemerintah sudah memberikan perpanjangan operasional berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Kaltim Prima Coal (KPC), anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), dari kontrak sebelumnya atau dikenal dengan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang berakhir pada 31 Desember 2021 lalu.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam konferensi pers, Kamis (20/01/2022).
Baca Juga:
Menteri ESDM: Smelter PT Freeport di Gresik Siap Juni 2024
Dia menjelaskan, Kementerian ESDM sudah memberikan Persetujuan Teknis (kinerja dan RPSW) dan IUPK sebagai kelanjutan operasi diterbitkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Perlu saya sampaikan tentang status perpanjangan PKP2B Generasi 1. Beberapa perusahaan sudah diperpanjang statusnya, antara lain PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, dan PT Kaltim Prima Coal. Itu yang sudah dikeluarkan perpanjangannya," paparnya dalam konferensi pers, Kamis (20/01/2022).
Sebelumnya, pemerintah juga sudah memberikan perpanjangan perjanjian tambang menjadi IUPK pada anak usaha BUMI lainnya yaitu PT Arutmin Indonesia pada 2 November 2020 lalu. IUPK Arutmin berlaku hingga 1 November 2030, namun dengan pemangkasan luas wilayah tambang dari sebelumnya 57.107 Ha menjadi 34.207 Ha di Kalimantan Selatan.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Perpanjangan Izin Usaha Freeport Masih Diproses
Sementara KPC sebelumnya memiliki luas tambang 84.938 Ha di Kalimantan Timur. Masih belum diketahui pasti apakah luas wilayah tambang KPC juga diciutkan seperti Arutmin atau tidak.
Setelah kedua anak usaha BUMI ini mengantongi perpanjangan IUPK, lantas bagaimana dengan progres proyek hilirisasi batu bara perusahaan? Seperti diketahui, rencana hilirisasi batu bara menjadi salah satu dasar pemerintah memutuskan untuk memberikan perpanjangan perjanjian menjadi IUPK.
Guna meninjau perkembangan proyek hilirisasi batu bara BUMI ini, Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, selaku Ketua Satgas Percepatan Investasi, melakukan kunjungan kerja lapangan ke lokasi proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol milik Bakrie Group yang terletak di Kutai Timur, Kalimantan Timur, Rabu (19/01/2022).
Turut hadir secara fisik Wakil Jaksa Agung Sunarta selaku Wakil Ketua Satgas Percepatan Investasi, Wakil Bupati Kutai Timur Kasmidi Bulang, Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin, dan Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto.
PT Kaltim Prima Coal (KPC) sebagai pemilik wilayah pertambangan batu bara di Kecamatan Bengalon, Kutai Timur, Kalimantan Timur akan menjadi pemasok batu bara bagi fasilitas gasifikasi tersebut.
Selanjutnya, pengolahan batu bara menjadi metanol akan dilakukan oleh PT Air Products East Kalimantan (PT APEK), yang merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Air Products dengan PT Bakrie Capital Indonesia Group dan PT Ithaca Resources.
PT APEK, bergerak dalam bidang usaha industri gasifikasi batu bara menjadi metanol, memiliki rencana investasi sebesar Rp 33 triliun dan target kapasitas produksi sebesar 1,8 juta ton metanol per tahun. Proyek ini ditargetkan beroperasi komersial pada kuartal IV 2024.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa peninjauan langsung ke lokasi proyek untuk memastikan perusahaan telah melakukan hilirisasi sebagai syarat perpanjangan kontrak KPC.
Selain itu, peninjauan juga dilakukan ke area tambang untuk memastikan keseimbangan lingkungan serta bagaimana jalannya investasi di wilayah Kutai Timur, Kalimantan Timur.
"Hilirisasi harus segera dijalankan karena ini perintah langsung Bapak Presiden. Setiap PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara) yang akan diperpanjang harus memberikan sebagian alokasi untuk pembangunan Indonesia," ucap Bahlil, seperti dikutip dari keterangan resmi Kementerian, Jumat (21/01/2022).
Bahlil juga menambahkan bahwa Indonesia secara bertahap menghentikan ekspor bahan mentah, seiring dengan upaya peningkatan nilai tambah sumber daya di dalam negeri. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah untuk disiplin, agar Indonesia bisa menjadi pihak yang melakukan impor hasil hilirisasi.
"Kita harus memastikan kebutuhan domestik terlebih dahulu. Jika batu bara yang dulu kita ekspor bahan baku padahal listrik domestik belum cukup, maka sekarang sudah saatnya peduli terhadap kebutuhan lokal," jelas Bahlil dalam paparannya.
Wakil Jaksa Agung Sunarta mengatakan akan mengawal investasi secara penuh dari sisi hukum. Dia mengakui, tidak jarang terjadi penyelewengan dalam proses jalannya investasi. Sebagai pembuat kebijakan publik, setiap kegiatan investasi akan selalu berhadapan dengan risiko-risiko, sehingga Satgas Percepatan Investasi memastikan akan memberi pengawalan yang pasti bagi jalannya investasi yang ada.
"Kita hadir sejak awal agar mengetahui langkah-langkah yang dihadapi KPC untuk merasa aman dalam menjalankan kegiatan investasinya. Visi kita adalah bagaimana membantu dalam pertumbuhan ekonomi, kemudian melakukan evaluasi terhadap masyarakat dan negara," jelas Sunarta.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto menambahkan bahwa hilirisasi merupakan amanat undang-undang yang harus dilakukan, sehingga peningkatan nilai tambah adalah wajib bagi jalannya investasi di Indonesia. Pemerintah hadir untuk memberi kemudahan-kemudahan bagi para investor, serta tidak melupakan tujuan pemerataan ekonomi di Indonesia.
Proyek gasifikasi batu bara menjadi metanol di Bengalon telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Dengan adanya proyek ini, diharapkan dapat mengurangi impor gas Indonesia sebesar US$ 7,6 miliar selama masa produksi dan meningkatkan perolehan devisa hingga US$ 4,7 miliar selama masa konstruksi dan produksi. [jat]