Statista mencatat pada 2020, Rusia memproduksi setidaknya 638,5 juta meter kubik gas, produsen gas kedua terbesar setelah Amerika Serikat sebesar 914,62 juta meter kubik.
Eropa menjadi salah satu konsumen terbesar pasokan gas dari Negara Beruang Merah. Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyebut kondisi ini akan menjadi durian runtuh alias windfall bagi Indonesia dengan penguatan pada harga komoditas.
Baca Juga:
Sukses Uji Coba 100% Biomassa, PLN Lanjutkan Operasi PLTU Sintang 3x7 MW Tanpa Batubara
“Secara otomatis ke depan PNBP [pendapatan negara bukan pajak] akan meningkat. Kemudian juga dari sisi pajak akan mengalami kenaikan,” katanya kepada Wartawan, Kamis (24/2/2022).
Kondisi ini diharapkan dapat dijadikan momentum untuk mencapai target lifting serta produksi tahunan maupun hingga 2030.
Selain itu, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dapat berlomba untuk meningkatkan pengeboran sehingga dapat menjaga maupun meningkatkan produktifitas mereka.
Baca Juga:
BRIN Nilai Kebijakan Substitusi Biomassa Dapat Pangkas Emisi PLTU Batu Bara
Selain itu, kegiatan penerapan teknologi enhanced oil recovery atau EOR juga perlu segera dipacu untuk mencapai target lifting migas 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030.
“Serta kegiatan eksplorasi saya harapkan bisa tumbuh [di tengah penguatan harga komoditas,” terangnya.
Di sisi lain, ketegangan di Eropa Timur akan memberi pukukan bagi sektor hilir. Dari penguatan harga migas dunia, beban subsidi akan naik akibat harga minyak penguat.