Tambangnews.id | Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Lumajang AKBP Dewa Putu Eka Darmawan angkat bicara soal penetapan tersangka pengusaha tambang berinisial AR yang diduga melakukan perbaikan jalan tambang sesuai surat perintah kerja (SPK) Pemkab Lumajang.
Menurut Dewa, AR ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan aktivitas operasional tambang hingga tahapan eksploitasi.
Baca Juga:
Pesan Wabup Sumedang untuk Pengusaha Tambang: Jaga Lingkungan dan Ikuti Aturan!
AR juga melakukan penjualan menggunakan surat keterangan asal barang (SKAB) yang seharusnya tak dimiliki karena bukan termasuk wilayah tambang yang memiliki izin.
Meski ditetapkan sebagai tersangka, polisi tidak menahan AR.
"Yang kita tangkap dengan dasar SPK dari Pemkab untuk melakukan pembenahan jalan tambang, ini dimanfaatkan untuk dilakukan operasional sampai dilakukan eksploitasi menjual hasil dengan ada SKAB, salahnya disitu," kata Dewa di Mapolres Lumajang, Senin (26/9/2022).
Baca Juga:
Pamer Saldo Rekening Rp500 Triliun, Ini Crazy Rich Banjarmasin
Dewa menambahkan, AR memang memiliki izin dari pemkab untuk memperbaiki jalan tambang.
Namun, karena dalam izin tidak diatur tentang mekanisme kerjanya, AR malah menjual pasir dengan alasan digunakan untuk beli solar.
"Izinnya ada tapi teknis kerjanya tidak diatur dengan rinci sehingga dia berinovasi memperbaiki jalan tambang kemudian pasirnya yang kelebihan ini dia jual dengan alasan beli solar," imbuhnya.
Namun demikian, Dewa mengaku tetap pada pendiriannya untuk menjadikan AR sebagai tersangka dan melanjutkan proses hukum sampai ke pengadilan.
"Untuk sementara status tersangka ini harus kita tetapkan, faktanya memang betul ada SPK, ada kegiatan, ada penjualan, semua akan menjadi gambaran yang jelas, Kami tidak boleh tebang pilih, apapun nanti kita lihat dari sajian-sajian fakta yang kita temukan sampai kita dapatkan keputusan hukum tetap dari pengadilan," jelasnya.
Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara.
Pelaku terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 miliar. [jat]