Tambangnews.id | Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VI DPR RI dipimpin oleh Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus menggelar pertemuan dengan jajaran Direksi Mining Industry Indonesia (MIND ID), PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), PT Pertamina dan Pelindo dalam rangka membahas rencana pengembangan dan pembangunan industri smelter pertambangan, energi BBM dan listrik serta pelabuhan internasional di Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara).
"Komisi VI DPR RI pada kunjungan kerja reses kali ini ingin mengetahui secara langsung terkait masukan, strategi, perkembangan kinerja, termasuk roadmap dan inovasi perusahaan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan di masa mendatang," ujar Deddy di Tarakan, Kalimantan Utara, Selasa (9/8/2022).
Baca Juga:
PLN Ajukan 3 Triliun PMN 2025 untuk Bangun Kelistrikan Daerah Terpencil
Deddy menjelaskan, pada saat ini ketersediaan energi menjadi salah satu faktor penting untuk menumbuhkan tingkat produktivitas baik di level nasional maupun daerah.
Energi mempunyai fungsi yang lebih strategis bagi sebuah negara, tidak hanya sebagai sumber penerimaan utama, tetapi juga dapat berfungsi sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi bahkan sebagai aspek penting yang menentukan ketahanan nasional suatu negara.
"Kondisi bidang energi di Indonesia saat ini masih memiliki banyak persoalan. Ketergantungan energi Indonesia terhadap minyak bumi yang tinggi dan pemanfaatan energi terbarukan yang masih rendah bila dibandingkan dengan potensi yang dimiliki masih menjadi tantangan tersendiri di sektor energi. Selain itu, keterbatasan infrastruktur energi juga membatasi akses masyarakat terhadap energi dan juga penggunaan energi yang masih belum efisien," imbuh politisi PDI Perjuangan itu.
Baca Juga:
Komisi VI DPR RI Dukung PLN Jaga Keandalan Listrik dan Fasilitas SPKLU Selama Libur Idul Fitri 1445 H
Di sisi lain, pengelolaan sumber daya energi belum dilakukan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri.
Sebagian energi primer masih dialokasikan untuk ekspor guna menghasilkan devisa negara sebagai sumber penerimaan dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Akibatnya, kebutuhan energi di dalam negeri baik sebagai bahan bakar maupun bahan baku industri masih belum terpenuhi secara optimal, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.