Oleh pemerintah, kebutuhan pasokan batu andesit ini diambil dari Desa Wadas. Namun demikian, sebagian warga menolak penambangan batuan andesit di desa mereka.
Ancaman kerusakan lingkungan Dikutip dari laman resmi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, walhi.or.id, proyek tambang di Desa Wadas ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka yang rencananya berjalan selama 30 bulan.
Baca Juga:
Saat Diskusi 'Digusur karena Bandara IKN', 9 Petani Kaltim Ditangkap Polisi
Penambangan batu itu dilakukan dengan cara dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kilogram, hingga kedalaman 40 meter.
Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener.
"Jika hal itu terjadi, maka akan menghilangkan bentang alam dan tidak ada bedanya dengan memaksa warga untuk hidup dengan kerusakan ekosistem," demikian dikutip dari siaran pers Walhi.
Baca Juga:
4 Harimau Mati, Walhi Desak Medan Zoo Segera Ditutup
Sementara itu, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Asep Komaruddin menilai, penambangan batu andesit di Desa Wadas berpotensi menimbulkan tanah longsor dan kekeringan.
Padahal, lahan di desa tersebut menjadi sumber penghidupan warga berkat hasil perkebunan dan pertanian.
Mengacu Pasal 45 huruf e Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 2011 tentang Tata Rencana dan Tata Ruang Wilayah (RTRW), kata Asep, Kecamatan Bener merupakan kawasan rawan bencana kekeringan.