Setidaknya sebagian dari PNBP ditopang oleh sektor migas. Kemudian ada 30% industri ekspor juga dipengaruhi oleh harga komoditas batu bara minyak kelapa sawit dan nikel.
Pemerintah harus menyelesaikan kewajiban utang jatuh tempo pada 2022 sebesar Rp 443,8 triliun. Secara nominal, memang terlihat sangat besar akan tetapi pemerintah meyakini kewajiban itu bisa diselesaikan.
Baca Juga:
Aksi Investor Borong SBN Picu Penguatan Rupiah ke Rp14.836 Per Dolar AS
"Jatuh tempo utang tahun 2022 tersebar dari awal hingga akhir tahun, dengan porsi yang sedikit lebih tinggi di semester 1," ungkap Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Riko Amir beberapa waktu lalu.
Keyakinan tersebut didasari oleh kemampuan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang kembali produktif. Di mana penerimaan negara tumbuh positif, jauh berbeda dibandingkan dengan 2020 yang alami kontraksi hingga 16%.
Penerimaan di 2022 ditarget mencapai Rp 1.846,1 triliun. Target tersebut belum mencantumkan dampak positi dari pemberlakukan undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan (HPP), di antaranya kenaikan PPN dan program pengampunan sukarela alias tax amnesty.
Baca Juga:
Karena Pertimbangan Ini, Pemerintah Resmi Terbitkan SBN Valas di Awal Tahun
Di sisi lain, Amir juga memungkinkan pelonggaran dari kewajiban pembayaran, misalnya melalui perpanjangan tenor utang jatuh tempo.
"Perpanjangan tenor utang jatuh tempo secara umum dapat dilakukan lewat mekanisme pasar dan merupakan tools yang digunakan di banyak negara. Misalnya pemerintah melakukan cash buyback atas utang jatuh tempo di 2022. Transaksi ini dapat mengurangi kupon (bunga utang) yang akan dibayar di thn 2022," terang Amir.
Kemenkeu juga bisa melakukan penukaran atau debt switch. Langkah yang sama pernah dilakukan pada tahun ini, yaitu menarik utang jatuh tempo dalam periode tertentu dan selanjutnya diterbitkan utang baru dengan tenor yang lebih panjang.