MAWAKA ID | Kemenkeu akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) neto sebesar Rp 991,3 triliun pada tahun depan untuk menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Secara bruto SBN yang diterbitkan Rp 1.300,1 triliun.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 diperkirakan masih akan mengalami defisit hingga Rp 868 triliun atau 4,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga:
Aksi Investor Borong SBN Picu Penguatan Rupiah ke Rp14.836 Per Dolar AS
Ini akan menjadi tambahan dari nominal utang Indonesia yang kini mencapai sekitar Rp 6000 triliun.
Pada rinciannya SBN bruto meliputi penerbitan domestik reguler akan memakan porsi terbesar, yaitu sebanyak 78-83%. Selanjutnya SBN valuta asing (valas) 11-14% dan SBN ritel 6-8%.
DJPPR memiliki strategi jitu dalam penarikan utang, yaitu oportunistik dengan merealisasikan penerbitan lebih besar pada saat kondisi pasar memungkinkan. Kemudian fleksibel yang artinya berubah sesuai dengan kondisi dan menjaga kehati-hatian dengan mempertimbangkan risiko jangka pendek maupun panjang.
Baca Juga:
Karena Pertimbangan Ini, Pemerintah Resmi Terbitkan SBN Valas di Awal Tahun
Sederet kebijakan SBN yang akan dijalankan pemerintah yaitu optimalisasi SBN rupiah tenor menengah panjang. SBN valas kini diposisikan sebagai pelengkap, untuk menghindari crowding effect dengan tetap memperhatikan cost of fund yang menarik. Pemerintah juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dalam pemenuhan target SBN.
Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya penerimaan, penarikan utang bisa dikurangi. Seperti tahun ini. Defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021 menyusut ke 4,65% terhadap produk domestik bruto (PDB) dari posisi 2020 yang sebesar 5,70% terhadap PDB.
"Sensitivitas APBN terhadap komoditas memang tinggi, terutama dari sisi penerimaan pajak dan non-pajak (PNBP). Hal ini positif bagi postur fiskal dalam jangka pendek," ungkap Economist & Fixed-income Research Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, dilansir dari CNBC Indonesia.