Terkait hal ini, ISSC menawarkan program audit konservasi energi kepada perusahaan sebagai langkah efisiensi energi dalam kegiatan produksi di industri TPT.
Program tersebut memberikan solusi menguntungkan karena industri dapat mengetahui beban energi yang ditanggung setiap mesin serta memperoleh rekomendasi strategi efisiensinya.
Baca Juga:
Kemenperin Dorong Penyerapan Batik IKM Jadi Seragam Jemaah Haji
“Hal ini tentu akan mendukung implementasi konsep-konsep Industri hijau,” ujar Doddy.
Lebih lanjut, penguatan daya saing industri TPT juga membutuhkan jaminan kualitas produksi serta penerapan standar mutu produk berbasis SNI. Balai Besar Tekstil melalui lembaga sertifikasi produk TEXPA telah menambah ruang lingkup sertifikasi produk, di antaranya SNI 08-7035-2004 Kain jok, SNI 8914-2020 Tekstil-Masker dari kain.
Berikutnya SNI 8913-2020 Tekstil-kain untuk gaun bedah (surgical gown), surgical drapes, dan coverall medis, SNI 8443-2017 Tekstil-Nirtenun peredam suara dari bahan tekstil, SNI 8857-2020 Tekstil-sajadah, SNI 8856-2020 Tekstil-mukena, dan SNI 8213-2016 Tekstil-benang jahit. Beberapa SNI tersebut mendukung kebijakan substitusi impor dan industri halal kategori barang gunaan.
Baca Juga:
Pacu Kesiapan IKM Terapkan Teknologi Digital, Kemenperin Gelar Workshop INDI 4.0
Sedangkan di sektor IKM, upaya penerapan standar mutu kain tenun tradisional yang telah dilakukan meliputi kerja sama dengan BSN dan stakeholder lain. Selanjutnya, penerapan SNI diinisiasi dari jaminan faktor keamanan dan kesehatan produk yang merujuk pada SNI 7617:2013/Amd.1:2014 Tekstil – Persyaratan zat warna azo, kadar formaldehida dan kadar logam terekstraksi pada kain, Amandemen 1.
“Dengan penerapan SNI tersebut, IKM dapat meningkatkan nilai tambah produk di pasar global karena produknya sudah terjamin tidak mengandung zat kimia yang berbahaya bagi penggunanya,” tegas Doddy. [tum]