Martabat Net | Siapa yang tak kenal Martua Sitorus? Pria keturunan Tionghoa yang menyandang marga klan Batak, suku di Sumatra Utara, ini sukses besar dari bisnis minyak sawit sampai membawanya menjadi orang terkaya ke-12 di Indonesia versi Forbes.
Tapi kesuksesannya tidak datang sekejap mata. Pemilik nama asli Thio Seeng Haap ini harus lebih dulu merasakan pahit dan getirnya hidup sebelum mencatat kekayaan US$2,9 miliar setara Rp41,7 triliun (kurs Rp14.400 per dolar AS).
Baca Juga:
Luhut: Semua Kantor Perusahaan Minyak Wajib Berdomisili di Indonesia
Menyadur dari CNNIndonesia, Ia lahir 6 Februari 1960 lalu di Pematangsiantar, Sumatra Utara. Selama duduk di bangku sekolah, ia berjualan ikan dan udang. Bahkan, ia sempat mencicipi hidup sebagai loper koran.
Martua berhasil lulus kuliah dan menyandang gelar sarjana ekonomi dari Universitas HKBP Nommensen, Medan. Barulah ketika beranjak dewasa, Martua mulai berjualan kelapa sawit.
Pelan tapi pasti, usahanya tersebut berkembang. Pada 1980-an, ia pun menjalin kerja sama dengan Kuok Khoon Hong, pengusaha gula dan properti asal Malaysia yang juga keponakan Robert Kuok.
Baca Juga:
Perjuangan Martua Sitorus Besarkan Wilmar yang Terjerat Dugaan Korupsi Minyak Goreng
Keduanya sepakat mengembangkan bisnis bersama di bawah bendera Wilmar. Konon, Wilmar merupakan singkatan dari nama keduanya, yaitu William, panggilan Kuok Khoon Hong, dengan Martua Sitorus.
Mereka pun berbagi tugas. Kuok Khoon Hong menjabat sebagai CEO, sedangkan Martua didapuk sebagai chief operating officer (COO) Wilmar International Ltd.
Wilmar mulanya mengelola 7.100 hektare (ha) kebun kelapa sawit. Sejalan dengan waktu, Wilmar semakin berkembang dan tumbuh menjadi perusahaan sawit terkemuka.
Wilmar telah menjadi pemimpin global dalam pemrosesan dan perdagangan minyak nabati, penghancuran biji minyak, perdagangan gula, penggilingan dan pemurnian, produksi oleokimia, lemak khusus, biodiesel sawit, termasuk penggilingan tepung dan juga penggilingan beras.
Di situsnya, Wilmar bahkan mengklaim menjadi perusahaan agribisnis terbesar di Asia dan Afrika. Saat ini, perusahaan mengoperasikan lebih dari 500 pabrik dan mempekerjakan 100 ribu orang lebih.
Operasional Wilmar sendiri banyak dilakukan di Indonesia. Namun, Wilmar berbasis di Singapura. Martua hijrah dari kampung halamannya ke Singapura demi membesarkan perusahaan besutannya itu.
Mundur dari Wilmar, Maju di Gama
Martua dikenal sebagai orang yang low profile. Ia tidak menggembar-gemborkan kesuksesannya. Meski namanya sudah bersandar sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia sejak 2013 silam. Kawan-kawannya sendiri pun terkejut ketika mendengar sepak terjangnya.
Boleh dibilang, Martua bekerja dalam senyap. Keluarga besarnya memegang peranan penting. Istri Martua, Rosa Taniasuri Ong, saudara laki-lakinya Ganda Sitorus dan saudara perempuannya, yaitu Bertha, Mutiara, dan Thio Ida ikut membantunya mengembangkan Wilmar Corp.
Bahkan ipar Martua, Hendri Saksti, diberi kepercayaan menjadi kepala operasional bisnis Wilmar di Indonesia.
Sementara Wilmar menduduki puncak kejayaannya, Martua malah mundur dari jajaran petingginya sejak 2018 lalu.
Forbes memberitakan bahwa Martua bersama saudara laki-lakinya membesarkan perusahaan besutan mereka, Gama Corporation yang dibangun sejak 2011. Dia menggandeng Grup Ciputra membangun proyek di Jakarta, yakni Menara Gama dengan 64 lantai.
Tidak cuma itu, Gama juga menjalankan bisnis properti dan semen lewat anak usahanya Gama Land dan Semen Merah Putih. [tum]