Martabat.WahanaNews.co | Terkait instruksi Kapolda Jawa Barat Irjen Suntana menindak tegas pelaku geng motor dan begal, termasuk dengan cara tembak di tempat dinilai berpotensi melanggar HAM.
Hal itu diungkapkan Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Baca Juga:
Sempat "Dibegal" KPU Tapteng, Peluang Masinton-Mahmud Ikuti Kontestasi Pilkada 2024 Terbuka Kembali
"Instruksi ini jelas berbahaya sebab berpotensi melanggar HAM dan melegitimasi tindakan represif aparat di lapangan tanpa parameter yang terukur," kata Rivanlee dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (3/6).
KontraS mengamini keberadaan begal meresahkan masyarakat. Namun aparat penegak hukum tetap harus melakukan tindakan dengan terukur.
Setiap tindakan polisi harus didasari peraturan internal dan perundang-undangan, seperti Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.
Baca Juga:
Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Berhasil Diringkus, Kasat Reskrim Tegaskan Tidak Ada Begal di Wilayah Simalungun
"Adapun sesuai dengan prinsip kewajiban umum, anggota Polri diharuskan tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum. Artinya, penggunaan kekuatan harus berdasar parameter yang terukur," kata Rivanlee.
Dia menyampaikan, Pasal 5 Perkap No. 1 Tahun 2009 juga menjelaskan bahwa penggunaan senjata bertujuan untuk melumpuhkan pelaku kejahatan atau tersangka. Artinya, keputusan anggota Polisi di lapangan tidak bisa selalu diawali dengan tujuan mematikan pelaku.
KontraS mendesak Kapolri untuk menegur kinerja Kapolda Jawa Barat, melakukan audit serta mengevaluasi secara menyeluruh terkait pengerahan kekuatan aparat di lapangan.