JurnalMaritim.id | Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC), Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, menilai langkah Indonesia menjadi poros maritim dunia belum berjalan optimal.
"Saya melihat apa yang diinginkan Presiden Jokowi, dimana Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia belum berjalan optimal. Namun saya patut memberikan kredit positif terhadap pemerintahan saat ini, karena telah memberi perhatian yang begitu besar pada dunia maritim di Indonesia," kata Capt. seperti dikutip dari keterangan persnya, Selasa (28/12).
Baca Juga:
Kalimantan Selatan Tuan Rumah, Ini Arti dan Makna Logo Resmi HPN 2025
"Hal ini sangat penting saya utarakan mengingat betapa Presiden-Presiden sebelum Presiden Jokowi seakan-akan abai pada sektor maritim. Jokowi dengan berani mencanangkan konsep Poros Maritim Dunia serta tol lautnya," tambahnya.
Saat ini terdapat satu situasi yang sebetulnya perlu mendapat perhatian serius kita bersama lanjut Capt. Hakeng. Yaitu terkait diplomasi maritim yang saat ini sedang berlangsung diantara pemerintah Indonesia dengan Vietnam berkaitan dengan batas laut serta penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif.
Dalam perundingan tersebut, tampaknya tim diplomasi Indonesia telah memberikan konsesi bagi Vietnam. Permasalahannya adalah pihak Vietnam sudah tidak lagi memakai posisi dasar single boundary line-nya.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Karena hal itu maka tim diplomasi Indonesia mempertimbangkan dari sisi positif untuk memberikan lagi tambahan konsesi kepada Vietnam.
Perundingan mengenai batas laut dan penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antara Indonesia dan Vietnam sebenarnya telah berlangsung lama sejak 21 Mei 2010. Namun sampai saat ini belum mencapai kesepakatan.
"Saya sebagai pengamat maritim berharap pihak pemerintah Indonesia yang diwakili oleh tim teknis perundingan untuk tidak menerima usulan Vietnam. Karena bila menerima usulan dari Vietnam maka dalam penilaian saya justru kita akan mengalami kerugian yang sangat besar. Dengan memberikan konsesi sesuai keinginan Vietnam maka kita akan kehilangan potensi pendapatan dari SDA maritim yang ada di wilayah tersebut dan kehilangan ini akan berlangsung selamanya," ujar Capt. Hakeng.
Perlu diketahui bahwa Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 711 yang meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Selatan, merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang strategis di Indonesia.
Disamping kerugian besar dalam hal devisa negara, persoalan berkurangnya wilayah kedaulatan Indonesia juga terjadi.
"Saya dan ratusan juta rakyat Indonesia ingin proses penyelesaian masalah ini dilakukan tidak dengan mengorbankan hak berdaulat dan kepentingan nasional. Dari segi kedaulatan justru perlu penegasan penetapan batas wilayah ZEE Negara Indonesia. Jangan karena mengejar target maka menggunakan berbagai cara. Ini bukan strategi yang bijaksana," kata Capt. Hakeng.