Bagi daerah yang bertanah lunak, pondasi cakar ayam tidak hanya cocok untuk membangun proyek gedung, akan tetapi juga untuk membuat jalan dan landasan.
Banyak Bangunan yang telah dibangun Prof Sedijatmo menggunakan sistem ini, antara lain: ratusan menara PLN tegangan tinggi, hangar pesawat terbang dengan bentangan 64 m di Jakarta dan Surabaya, antara runway dan taxi way serta apron di Bandara Sukarno-Hatta Jakarta, jalan akses Pluit-Cengkareng, pabrik pupuk di Surabaya, kolam renang dan tribune di Samarinda, ratusan bangunan gedung bertingkat di berbagai kota dan masih banyak lagi.
Baca Juga:
Peran Kejaksaan dalam Perjuangan Kemerdekaan: Jejak Tokoh-Tokoh Terkemuka
Pondasi cakar ayam ini juga telah dikenal di berbagai negara, bahkan telah mendapat pengakuan paten internasional dari 11 negara antara lain: Indonesia, Jerman Timur, Inggris, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman Barat, Belanda; dan Denmark.
Teknologi ini membuktikan bahwa karya anak bangsa Indonesia tidak kalah jika dibandingkan dengan karya bangsa lain. Maka, tak heran jika kontribusinya yang luar biasa bagi pengetahuan teknik, menobatkan Sedijatmo meraih sejumlah penghargaan internasional.
Namun, Ir. Sedijatmo bukanlah ilmuwan yang haus akan penghargaan, hal itu ditunjukkan dengan sikap rendah hati dan dedikasinya yang tinggi terhadap bangsa. Dia selalu menekankan pentingnya intuisi dan pengamatan terhadap alam semesta. Karya cakar ayamnya merupakan bukti bagaimana ciptaannya terilhami oleh akar pohon kelapa.
Baca Juga:
Dukungan Tokoh Lintas Agama Pada FKUB Sulteng Upaya Peningkatan Kerukunan Antara Umat Beragama
Nama Sedijatmo kemudian diabadikan sebagai nama jalan bebas hambatan dari Jakarta menuju bandara Soekarno-Hatta. Profesor Sedijatmo meninggal dunia di usia 75 tahun pada 1984 dan dimakamkan di Karanganyar. Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra Kelas I kepada Sedijatmo atas jasa-jasanya. (JP)