Akhlak.id | Hidup memang bergelombang, ombak kesedihan dan kebahagiaan pasti datang silih berganti. Ada saat di mana kita berada di titik lemah. Merasa lelah dengan apa yang sedang kita lalui dan ingin berhenti sejenak dari peliknya dunia. Mari, kita rileks dan mulai merenung.
“Jika kamu bertanya tentang siapa manusia yang paling sok kuat di dunia ini, maka jawabannya adalah aku.
Baca Juga:
SPBU Muaranibung Tapteng Keluarkan Kebijakan Baru, Masyarakat Mengeluh
Inilah aku dengan segala kepalsuan yang aku tunjukkan. Mulai dari senyuman, kebahagiaan, bahkan bisa jadi segalanya. Aku yang dengan pandai memberi motivasi kepada mereka, namun tak sadar jika diri sendiri pun sulit untuk melakukannya.
Aku yang selalu dijadikan sandaran tanpa sadar aku pun tidak punya bahu untuk bersandar. Telingaku yang selalu sigap mendengarkan tanpa sadar aku pun tak punya telinga untuk mendengar ceritaku. Aku yang selalu hadir dengan senyuman tanpa peduli seberapa banyak luka yang aku sembunyikan di dalamnya, sungguh betapa munafiknya diri ini.
Terkadang aku selalu mengeluh dengan apa yang terjadi, ketika teman sebayaku bisa melakukan kegiatan layaknya seumuran mereka, namun apa daya aku tak seberuntung mereka. Lagi-lagi aku selalu merasa jika dunia ini tidak adil, dan itu adalah penyakit terbesar dalam hatiku.”
Baca Juga:
4 Tips Ubah Sikap Doyan Ngeluh Jadi Bersyukur
Pernah merasa ada di posisi itu? Kurasa, hampir setiap orang pernah ada di sana. Bergulat dengan diri sendiri, mencari solusi agar bisa berhenti menyakiti diri sendiri. Iya, mengeluh hanya akan menyakiti diri sendiri. Membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain bisa menimbulkan sifat iri dan dengki yang akhirnya hanya akan menyusahkan diri.
Solusi yang aku temukan adalah bersyukur, karena tolok ukur kebahagiaan adalah rasa syukur. Porsi kebahagiaan atau definisi bahagia menurut seseorang itu akan berbeda-beda, sebanyak apapun kebahagiaan yang kita dapat, jika kita tidak memiliki rasa syukur, maka semua itu akan tetap terasa kurang.
Sebaliknya, sekecil apapun kebahagiaan yang ada di hidup, jika kita memiliki rasa syukur yang besar maka sejatinya kebahagiaan pun akan sebanding dengan rasa syukur itu. Percayalah, Allah tidak pernah tidur terlebih untuk hamba-Nya yang tidak pernah kufur.
Jika kita melihat kehidupan orang lain yang jauh lebih mewah, atau merasa bahwa mereka lebih beruntung, lalu terbesit rasa iri di benak hati. Ayolah! Kita olah rasa iri itu menjadi motivasi. Sampai kapan kita akan terpuruk melihat kebahagiaan orang lain? Tanpa sadar, begitu banyak nikmat yang sebenarnya tidak kita syukuri.
Dunia ini fana, apapun yang kita lihat lewat mata belum tentu sesuai dengan kenyataannya. Apalagi lewat media sosial, duh jangan dulu iri, banyak manipulasi, percayalah. Hidup dengan pola kita sendiri, berjuang semampunya, bersedih secukupnya, dan bersyukur sebanyak-banyaknya, maka kita akan menemukan bahagia yang tiada hentinya.
Kata siapa kita tidak boleh bersedih? Boleh, asal jangan terlalu berlebihan, sewajarnya saja. Toh, berlarut-larut dalam kesedihan hanya akan membuatmu terombang-ambing dalam pikiran negatif. Jangan pula media sosial kamu jadikan sebagai pelampiasan, tak usah kamu bercerita padanya, no one care, you know?
Carilah pundak yang bisa menenangkanmu, jika tidak punya jangan khawatir, bukankah kita punya Allah yang selalu menyayangi dan selalu ada untuk kita? Allah lebih tahu apa yang kita rasakan lebih dari kita, dan Allah juga tahu cara terbaik agar kita kembali bahagia. Cukup mendekat pada-Nya, sedihmu akan segera reda, percayalah.
Tentang pencapaian atau kesuksesan, semua akan mendapatkan jatahnya masing-masing. Nikmatilah prosesmu sendiri meskipun panjang, yang sukses duluan mungkin perjuangannya lebih sepadan, kamu harus ingat itu. Dan tentang sesuatu yang tidak kamu miliki tapi orang lain miliki, jangan dulu iri, mungkin bahagiamu bukan ada di sana, yang terbaik untukmu telah Allah bungkuskan dengan rapi, takdir-Nya selalu indah pada waktunya, percayalah, kita hanya bisa berjuang, berdoa dan berusaha.
Bagaimana? Sesakmu sudah sedikit terobati? Tersenyumlah, kebahagiaan telah menunggumu. Jangan bersedih, jangan mengeluh. Jemput bahagia dengan rasa syukur. Allah tahu kamu mampu. [jat]