Akhlak.id | Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mengajarkan sahabat tentang iman, bahwa iman itu dapat bertambah dan berkurang? Bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan?
Jawaban:
Baca Juga:
4 Film Animasi yang Bernilai Edukasi bagi Anak, Ada Cars dan Toy Story
Dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah banyak menunjukkan bahwa iman dapat bertambah dan berkurang. Inilah yang menjadi landasan para sahabat dan jumhur salaf. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Para sahabat dan jumhur salaf berada di atas pendapat bahwa iman itu dapat berkurang dan bertambah.” [Jami’ al-Masa’il]
Beliau juga berkata, “Oleh karena itu, pendapat Ahlussunnah dan Ahlul Hadits bahwa iman itu bertingkat-tingkat. Jumhur mereka berkata, ‘(Iman itu) bertambah dan berkurang.’ Sebagian mereka mengatakan bahwa iman itu bertambah, namun tidak berkurang sebagaimana riwayat dari Malik dalam salah satu dari dua riwayat. Sebagian mereka menggunakan istilah tafadhul (bertingkat-tingkat) sebagaimana pendapat Abdullah bin Mubarak. Adapun istilah “yazid wa yanqus” (bertambah dan berkurang) telah sahih dari para sahabat serta diketahui tidak ada yang mengingkari dari mereka.” [Majmu’ Al-Fataawa]
Baca Juga:
Begini Perlindungan Hukum untuk Whistleblower
Dalam penjelasan Kitab At-Thohawiyah karya Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi rahimahullah dijelaskan bahwa dalil tentang bertambah dan berkurangnya iman adalah Al-Qur’an, Sunnah, dan pendapat salaf yang sangat banyak. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,
“Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya).” (Q.S. Al-Anfal: 2)
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk.” (Q.S. Maryam: 76)
“Supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (Q.S. Al-Mudatsir: 31)
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (Q.S. Al-Fath: 4)
“(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.’ Maka, perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.'” (Q.S. Ali ‘Imran: 173)
Allah Ta’ala juga berfirman,
“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surah ini?’ Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surah itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (Q.S At-Taubah: 124-125)
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
”Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga menjadikan aku lebih dicintai melebihi kecintaannya kepada anaknya, bapaknya, dan seluruh manusia.” (HR. Muslim no. 44, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)
Maksud dari “tidak beriman” adalah tidak sempurna imannya. Dan hadis semisal ini cukup banyak seperti hadis tentang “cabang iman”, hadis tentang “syafa’at”. Di mana maksud dari hadis-hadis tersebut adalah bahwa orang yang dalam hatinya ada iman meskipun lebih kecil dari atom akan keluar dari neraka (masuk surga).
Maka, bagaimana mungkin bisa kita benarkan perkataan, “Iman semua penduduk langit dan bumi adalah sama, yang berbeda adalah hal-hal yang lain, namun bukan imannya”? Ini perkataan batil.
Begitu pula, perkataan para sahabat radhiyallahu ‘anhum tentang masalah iman ini juga banyak.
Di antaranya adalah perkataan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu,
“Di antara tanda kefakihan seorang adalah ia senantiasa memperhatikan imannya dan segala hal yang dapat menguranginya. Dan di antara tanda kefakihan seseorang adalah mengetahui kondisi imannya, apakah sedang bertambah atau berkurang.”
Umar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada sahabat-sahabatnya,
“Mari kita tambah iman dengan berzikir kepada Allah.”
Sedangkan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata dalam doanya,
“Ya Allah tambahkan kepada kami keimanan, keyakinan, dan kefahaman.”
(HR. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal [As-Sunnah, 1: 368], lihat kitab Syarhu At-Thahawiyyah, hal. 290)
Juga Mu’adz bin Jabal juga berkata kepada seseorang,
“Mari duduk bersama kami, untuk menambah iman sesaat saja.”
Demikian Ammar bin Yasir berkata,
“Tiga hal bila dimiliki seseorang maka ia telah menyempurnakan imannya, yaitu adil terhadap diri sendiri, berinfak ketika sempit, dan memberi salam kepada semua orang.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya)
Maka, tidak ada keraguan bahwa para sahabat belajar tentang perkara agama dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antara ilmu yang mereka pelajari itu adalah yang berkaitan dengan bertambah dan berkurangnya keimanan. [jat]