WahanaNews.co | Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI MH Said Abdullah menyarankan beberapa langkah kepada pemerintah agar bisa menangani permasalahan tata kelola pangan rakyat di tengah problem kelangkaan pangan yang sempat terjadi di beberapa wilayah Indonesia.
Pertama, menurut Said, pemerintah perlu menyusun peta jalan kebijakan pangan nasional secara akurat. Kedua, pemerintah harus membuat sistem logistik nasional yang terintegrasi, terkoneksi dengan berbagai pihak. Baik di pusat dan daerah, dengan pendekatan lintas sektoral.
Baca Juga:
Viral Mantan Polisi di Labuhanbatu Tuding Kapolres Terima Suap, Kasusnya SP3
“Sistem itu harus mampu memberikan peringatan dini atas potensi persoalan rantai pasok pangan. Pembangunan sistem logistik pangan ini sekaligus memudahkan pendataan bagi berbagai instansi untuk pajak, bea dan cukai, dan lain-lain,” kata Said, Rabu (09/03).
Menurut Said, perlu adanya penguatan peran dan fungsi badan logistik seperti intervensi Bulog terhadap pasar yang terus diperkuat.
"Penguatan Bulog dengan meningkatkan volume dan keragaman stok pangan strategis tentu juga harus ditopang pula dengan sistem pergudangan. Baik modern dan kecepatan distribusi yang efisien. Juga pelaksanaan operasi pasar sebagai penegakan hukum, pemerintah perlu melibatkan peran masyarakat luas," terangnya.
Baca Juga:
Ridwan Kamil Janji Bereskan Masalah Tempat Ibadah dan Jamin Keadilan Sosial di Jakarta
Selain itu, Said juga menyarankan bahwa Kementerian Perdagangan perlu meniru kepolisian dalam menjaga keamanan kampung dengan membentuk siskamling.
“Dalam hal pengawasan pangan rakyat, sangat baik bila Kementerian Perdagangan memiliki kekuatan rakyat yang terorganisir berperan serta aktif dalam pengawasan tata kelola pangan,” ujar Said.
Kemudian, lanjut Said, Kementerian Perdagangan dinilai perlu mengumumkan secara terbuka perusahaan yang tidak mematuhi Domestic Market Obligation (DMO) kelapa sawit, serta melakukan penegakan hukum atas pelanggaran terhadap ketidak-patuhan DMO itu.
"Langkah tegas tersebut perlu diambil oleh pemerintah agar dikemudian hari tidak ada lagi perusahaan perusahaan yang bisa berada di atas pemerintah," paparnya.
Sementara itu, karena dinilai tidak efektifnya kebijakan DMO dan DPO (Domestic Price Obligation) di lapangan, diantaranya kelangkaan minyak goreng, pemerintah harus menghentikan sementara ekspor kelapa sawit.
"Setidaknya sebulan, agar ada kepatuhan sejumlah produsen besar untuk memenuhi kebutuhan sawit domestik," sebut Said.
Terakhir, Said berharap agar pemerintah perlu terus mengembangkan diversifikasi pangan rakyat. Karena kasus kelangkaan minyak goreng ini menunjukkan bahwa minyak goreng dari sawit menjadi produk yang seolah tidak ada subtitusinya.
“Ketergantungan kita terhadap minyak goreng sawit sangat tinggi. Padahal kita juga mengenal virgin coconut oil (VCO) atau minyak kelapa yang lebih sehat dari minyak sawit,” ungkapnya.
Bahkan Said menilai, rakyat Indonesia sangat memungkinkan untuk mengurangi konsumsi minyak goreng karena mewarisi tradisi memasak dengan merebus dan membakar yang dipandang lebih sehat.
“Kelompok masyarakat perlu mengembangkan tradisi memasak itu. Industri juga dapat masuk mengisi market dengan berbagai alat untuk merebus dan membakar bahan makanan dengan cara praktis,” tuturnya. [kaf]