UMKM.WahanaNews.co | Bangkit bergerak atau diam terpuruk dan akhirnya jatuh. Masa pandemi COVID-19 yang telah berjalan lebih dari dua tahun ini seperti menguji ketahanan mental dan daya juang.
Siapa yang bergerak akan menjadi kuat dan bangkit lebih cepat. Gambaran ini tepat untuk perjalanan yang dilalui dua pelaku usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) binaan PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) melalui program Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC).
Baca Juga:
Kredit UMKM Tanpa Jaminan dan Bunga di Kukar Jadi Rujukan Daerah
Pemilik usaha crafting Aeleen Craf Anggreana Nila Agustina dan pemilik brand Dua Kelapa Yudhi Irawan yang memproduksi gula semut dan gula merah cetak, berbagi kisah mereka. Situasi pandemi juga menjadi ujian bagi keduanya.
Namun, Nila dan Yudhi memilih bergerak, menggandeng para pelaku UMKM yang juga sama terpuruknya, hingga berkolaborasi dan akhirnya sukses bertahan di masa pandemi.
Memulai Usaha dari Nol
Baca Juga:
Gawat! Korban PHK di Indonesia Tembus 64 Ribu, 3 Sektor Utama Paling Terdampak
"Sesulit apa pun kondisinya, pasti ada jalan keluar," ungkap pemilik usaha crafting Aeleen Craf Anggreana Nila Agustina dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (9/8/2022).
Sekitar 3 tahun lalu, Nila memantapkan hatinya untuk resign dari pekerjaannya sebagai pegawai sebuah perusahaan swasta setelah 15 tahun bekerja. Ia memilih merintis jalan sebagai wirausaha.
Bukan pilihan yang mudah bagi Nila yang sudah berada di zona nyaman. Akan tetapi, keputusan itu diambilnya dengan pertimbangan matang dan memulai semuanya dari nol.
Nila memiliki hobi melukis dan ingin menjadikan hobinya berdaya ekonomi. Ia pun memilih mengolah berbagai produk dengan konsep ecoprint dengan media kain serat alami. Produknya berupa baju, berbagai aksesoris homedecor, tas, dompet, clutch, dan lain-lain.
Sebenarnya, embrio usaha ini telah dimulainya sejak masih bekerja. Nila pun kemudian mematangkan rencana bisnisnya.
"Sampai akhirnya saya berani tampil di pameran. Bayar sendiri, mempersiapkan segala sesuatunya sendiri. Eh ternyata, produk saya laku. Omzet saya selama 5 hari pameran itu sekitar Rp 4 juta," kata Nila.
Hasil ini menambah kepercayaan dirinya. Kemudian, Nila disarankan bergabung dengan komunitas. Pada 2019, ia pun bergabung dengan program SETC di bawah naungan Sampoerna setelah menjalani proses kurasi.
Setelah menjadi UMKM binaan Sampoerna, Nila mengikuti berbagai pelatihan yang digelar oleh SETC. Dari situ, Nila semakin yakin dengan pilihannya menghasilkan produk-produk ecoprint untuk mendukung penyelamatan lingkungan.
"Ecoprint itu, dari produk serat alami, pakai daun apa pun juga bisa. Tidak sulit bahan bakunya. Limbahnya masih bisa digunakan untuk pupuk," lanjutnya.
Pandemi juga menjadi masa sulit bagi Aeleen Craft. Perputaran dan penjualan barang cenderung stagnan. Nila pun sempat memutuskan berhenti produksi.
Namun, SETC mengajak UMKM binaannya untuk bergerak dan menemukan terobosan usaha lain untuk bertahan. Nila dan keluarganya pun mencoba merintis usaha lele. Tak disangka, usaha tersebut bertahan. Hingga kini, ia memiliki 9 kolam dan telah membangun jaringan pelanggan sendiri.
Sementara itu, usaha ecoprint tetap berjalan. Kali ini, Nila memilih berkolaborasi dengan beberapa temannya dan menurunkan egonya untuk membangun usaha ini sendiri.
"Saya menurunkan ego, kalau saya sendirian, kayak gini terus. Kolaborasi mulai akhir 2020 dan masih berjalan sampai sekarang," pungkas Nila.
Yudhi dan Strategi Pemasaran 'Dua Kelapa', Gandeng Sesama UMKM
Yudhi Irawan telah memulai usaha produksi gula merah sejak tahun 2000 di Banyuwangi, Jawa Timur. Pada 2017, ia mulai melakukan diversifikasi dengan memproduksi gula semut setelah mengikuti pelatihan yang diadakan dinas perindustrian dan perdagangan setempat. Awalnya, Yudhi tak tahu apa dan seperti apa itu gula semut.
Gula semut atau yang kerap disebut dengan gula kristal adalah gula merah berbentuk bubuk yang dibuat dari nira pohon kelapa atau aren (enau). Asal-usul penyebutannya, ialah karena bentuknya mirip dengan rumah semut. Gula ini semakin diminati dan berpotensi untuk menjangkau pasar yang lebih luas bahkan hingga diekspor.
"Setelah ikut pelatihan, kok menarik. Selesai 1 minggu pelatihan, dapat undangan dari dinas untuk menghadiri acara yang dipelopori Sampoerna, mencari UMKM potensial yang bisa dibina," papar Yudhi.
Selanjutnya, pada awal 2017, ia mulai memproduksi gula semut dan diundang oleh Sampoerna karena usahanya terpilih masuk ke dalam 12 UMKM potensial yang akan dibina dalam SETC. Sejak itu, ia ikut berbagai pelatihan.
Pelatihan-pelatihan itu, di antaranya pelatihan pameran produk ekspor, bagaimana mengemas makanan untuk tujuan ekspor, cara membuat katalog, dan lain-lain. Dengan perjalanan yang telah dilaluinya, Yudhi juga kerap diundang untuk berbagi pengalaman.
"Sudah dua kali diundang jadi narasumber soal kiat bisnis di era pandemi," ujarnya.
Roda usaha 'Dua Kelapa' tak terlalu terdampak pada masa pandemi. Yudhi membangun jaringan pemasarannya melalui pusat penjualan oleh-oleh, kafe-kafe, dan restoran.
Selain itu, Yudhi bekerja sama dengan UMKM-UMKM binaan SETC. Cara ini dinilai sebagai salah satu upaya untuk sama-sama tetap bertahan.
"Yang harus dijaga adalah tetap semangat walau dalam keadaan dan situasi sulit. Jangan putus asa," tutup Yudhi.[zbr]