WahanaNews.co | PT Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk menilai perekonomian Indonesia di tengah pandemi tetap alami peningkatan. Atas hal tersebut BNI terus mendorong pembiayaan sindikasi seiring dengan kecukupan modal, likuiditas, serta besarnya potensi pembiayaan korporasi berkualitas tinggi.
Corporate Secretary BNI (Persero) Tbk Mucharom dalam pernyataan di Jakarta, Jumat, menyampaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan pada kisaran 3,7 persen hingga 4,5 persen akan menjadi modal optimisme pemulihan perekonomian nasional dan ekspektasi pelaku ekonomi.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
"Kami cukup yakin dengan bekal kapasitas dan kecakapan perseroan dalam menciptakan peluang-peluang baru kerja sama kredit sindikasi ke depan. Hal ini sejalan dengan strategi bisnis kami yang fokus pada penyaluran kredit debitur korporasi Top Tier," katanya.
Ia memaparkan membaiknya kinerja perekonomian telah mendorong perusahaan merealisasikan proyek-proyek besar pada akhir 2021, sehingga memberikan peluang untuk perbankan meningkatkan pembiayaan khususnya secara sindikasi.
Saat ini kinerja perbankan juga dalam keadaan yang baik dengan pertumbuhan dana pihak ketiga masih relatif tinggi seiring kredit mulai alami pertumbuhan positif sejak pertengahan 2021, termasuk kredit sindikasi.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
"Proyek hijau atau green loan juga terus menunjukkan kebutuhan pembiayaan ticket size besar sekaligus berkualitas, sehingga menjadi motor pendorong kinerja kredit sindikasi BNI," katanya.
Hingga kuartal III 2021 pembiayaan sindikasi BNI masih berjalan sesuai dengan rencana, salah satunya kesepakatan sindikasi strategis untuk pembiayaan Proyek Tol Cijago (Tol Cinere – Jagorawi).
Sejauh ini BNI telah melakukan closing sejumlah new deals dengan total sekitar ekuivalen Rp57 triliun, dengan porsi BNI mencapai Rp20 triliun atau sekitar 35 persen yang didominasi oleh sektor konstruksi 38,5 persen, sektor perindustrian 22,1 persen, sektor listrik gas dan air 15,8 persen dan sektor pengangkutan, pergudangan dan komunikasi 13,2 persen.