Wahanatani.com | Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur (Jatim) mendorong masyarakat dan petani untuk mengoptimalkan pertanian organik.
Hal ini menyusul kebijakan pemerintah yang mencabut subsidi pupuk pertanian dan ditambah lagi semakin langkanya keberadaan pupuk pertanian.
Baca Juga:
Mentan SYL Ajak DPP Wanita Tani HKTI Dukung Program Pertanian
Sekretaris HKTI Jatim Warsito mengatakan kelangkaan pupuk dirasakan sejak Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tentang Tata Cara Penetapan Alokasi Dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian diberlakukan.
Di mana sesuai aturan tersebut, pemerintah hanya memberikan subsidi untuk 9 jenis tanaman prioritas.
Angkanya pun menyusut dari prioritas sebelumnya yang mencapai 26 jenis komoditas.
Baca Juga:
Mentan Ajak Pengurus DPP Wanita Tani untuk Dukung Program Pembangunan Pertanian
Sembilan komoditas tersebut meliputi, padi, jagung, dan kedelai untuk tanaman pangan.
Kemudian, ada cabai, bawang merah, bawang putih untuk tanaman hortikultura.
Lalu, ada tebu, kakao, dan kopi rakyat untuk tanaman perkebunan.
Jenis pupuk yang mendapat subsidi juga tinggal urea dan NPK.
“Sebenarnya petani itu tidak masalah dengan pencabutan subsidi. Yang penting pupuknya itu ada,” jelas Warsito.
Oleh sebab itu, dalam rangka menguatkan petani agar produksi sektor pertanian tidak menurun dan petani tetap produktif dan menyosialisasi tentang aturan di atas maka HKTI menggandeng Polda Jatim untuk mengadakan sosialisasi aturan tersebut plus menggalakkan penananam organik.
Dikatakan Warsito HKTI Jatim telah turun ke beberapa daerah seperti Ngawi, Jember dan Bondowoso.
Ditegaskannya dengan subsidi dicabut, petani diminta mulai terbiasa dengan pertanian organik.
Yakni konsep bertani tanpa menggunakan bahan kimia sama sekali.
“Tentu membiasakan pertanian organik ini butuh waktu. Untuk itu menuju pertanian organik, petani diajak terlebih dulu ke konsep pertanian sehat. Yakni dengan mengkombinasikan pupuk atau pestisida kimia dengan bahan organik. Jadi bertahap,” kata sekretaris HKTI Jatim dua periode itu.
Pengurangan pupuk kimia harus dilakukan karena residunya sudah sangat tinggi.
Tingkat pencemarannya bahkan sudah mencapai 38 persen di lahan pertanian dan perkebunan.
Lantaran kini subsidi telah dicabut, Ia mengusulkan agar pemerintah mengalihkan dana subsidi pupuk ke pembelian produk pertanian pasca panen.
Misalnya ada petani yang berhasil memanen padi 5 ton dengan harga Rp 4 ribu per kilogram.
Harganya bisa berbeda dengan warga yang berhasil memanen padi dengan capaian 6 ton.
Harga padinya bisa dibeli lebih mahal sebagai reward atas prestasi petani.
“Lebih baik sistemnya reward and punishment. Perlu ada kompetisi agar petani berlomba-lomba meningkatkan kualitas dan kuantitas produknya,” lanjut Warsito.
Di sisi lain, Ketua HKTI Jatim Ony Anwar Harsono mengatakan HKTI adalah organisasi penjembatan.
Harus ada solusi yang dibicarakan petani dengan semua stakeholder. Termasuk PT Pupuk Indonesia dan pemerintah.
Bupati Ngawi itu sepakat penggunaan zat kimia di pertanian telah merusak alam. Terbukti dengan kondisi tanah dan pertanian yang kini banyak diserang hama.
“Kita dikasih hama tikus dan wereng, harga pupuk naik, pupuk hilang. Ini cobaan. Supaya apa? Supaya kita kembali ke jalan yang benar,” kata Bupati Kelahiran 15 Desember 1979 itu. [jat]