Wahanatani.com | Hari ini, Rabu (2/3/2022), harga minyak dunia naik pesat. Pada pukul 12:10 WIB, harga minyak jenis brent berada di US$ 110,04/barel. Melonjak 4,83% dan menjadi yang tertinggi sejak Juni 2014.
Menyadur dari CNBC Indonesia harga batu bara pun meroket. Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 305,45/ton. Melesat 21,45% sekaligus menjadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Tidak cuma komoditas migas dan pertambangan yang melambung. Harga komoditas pangan pun 'terbang'.
Salah satunya adalah gandum. Pada pukul 12:15 WIB, harga gandum di pasar Chicago Board of Trade (Amerika Serikat/AS) berada di atas US$ 10,05/bushel. Ini adalah rekor tertinggi sejak Maret 2008.
Dalam sebulan terakhir, harga gandum melesat lebih dari 33%. Selama setahun ke belakang, harga meroket lebih dari 51%
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Rusia dan Ukraina menyumbang 30% dari ekspor gandum dunia. Jadi kalau dua negara itu sedang panas, bahkan sampai terjadi perang, maka produksi dan distribusi gandum bakal seret. Belum lagi kalau Rusia dihukum sanksi larangan ekspor, pasokan gandum ke pasar dunia akan semakin sedikit. Makanya harga langsung melejit.
Nah, di sini jadi masalah buat Indonesia. Citi mencatat sekitar 26% impor gandum Indonesia datang dari Ukraina pada 2021.
"Makanan pokok di Indonesia adalah nasi. Namun gandum dan kedelai juga banyak dikonsumsi karena menjadi bahan baku untuk makanan seperti mie, roti, dan tahu. Meski secara umum Rusia dan Ukraina tidak terlalu berkontribusi terhadap perdagangan internasional, tetapi Ukraina menyumbang sekitar 26% dari impor gandum Indonesia," sebut Helmi Arman, Ekonom Citi, dalam risetnya.
Saat harga gandum melonjak gara-gara konflik di Ukraina, maka jangan kaget kalau harga sejumlah kebutuhan pokok bakal ikut naik. Dalam beberapa waktu ke depan, mungkin harga mie, roti, dan sereal akan terkerek.
"Kami memperkirakan harga roti, sereal, dan mie instan akan naik, atau setidaknya ukurannya bakal menyusut seperti tahu dan tempe saat harga kedelai naik. Tahun lalu, Indonesia mengimpor gandum senilai US$ 946 juta dari Ukraina, porsi terbesar dari keseluruhan impor HS10 yang sebesar US$ 3 miliar," papar Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, dalam risetnya.
Kalau ini benar-benar terjadi, maka dampaknya juga akan dirasakan oleh penduduk miskin di Tanah Air. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, mie instan adalah salah satu komoditas pangan yang banyak dikonsumsi oleh rakyat miskin.
Pada September 2021, mie instan menyumbang 2,56% dari garis kemiskinan di perkotaan sedangkan di perdesaan kontribusinya 2,29%. Sementara kontribusi roti terhadap garis kemiskinan di perkotaan adalah 1,76% dan di perdesaan 1,7%.
"Oleh karena itu, dampak inflasi akibat perang tidak bisa dikesampingkan. Produk gandum dan kedelai, bersama minyak goreng, menyumbang 3-4% terhadap Indeks Harga Konsumen. Ini hampir sama dengan beras. Jadi kenaikan harga produk-produk tersebut bisa menaikkan inflasi Indonesia lebih dari 0,04 poin persentase," lanjut Helmi. [tum]