WahanaNews-Tani | Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, panen raya di berbagai daerah akan dimulai pada Februari hingga Maret 2023.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada lebih dari 1 juta hektar lahan yang panen pada Februari 2023 dan 1,9 juta hektar lahan pada Maret 2023. Dengan begitu, angka produksi beras pada panen raya kali diprediksi mencapai 5,9 juta ton.
Baca Juga:
Pemerintah Tetapkan Peraturan HET Beras Medium dan Premium melalui Bapanas
Panen raya ini diharapkan mampu mengatasi tingginya harga beras dan memenuhi stok nasional. Kendati demikian, Presiden Joko Widodo mengatakan akan tetap mengimpor beras karena stok beras nasional yang mulai menipis.
"Stoknya minimal 1,2 juta ton, tapi kemarin pada level 600.000 ton, jadi mau tidak mau harus impor," kata Jokowi saat mengunjungi Pasar Tradisional Wonokromo Surabaya, Sabtu (18/2/2023).
Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kebijakan impor beras yang tidak dilakukan dengan hati-hati akan menimbulkan berbagai dampak buruk bagi petani. Menurutnya, dampak yang paling nyata adalah turunnya harga jual gabah di level petani.
Baca Juga:
Jelang Idul Adha, Pemkab Sigi Pantau Stabilitas Harga Beras dan Jagung
"Kalau panen raya tapi dibarengi impor, ujungnya nilai tukar petani tanaman pangan bisa merosot. Padahal harga pupuk dan input biaya produksi sedang melonjak," kata Bhima kepada Kompas.com, Minggu (19/2/2023).
Ia menuturkan, kebijakan ini juga akan memperpanjang rent seeker di sektor impor pangan. Pasalnya, kebijakan jangka pendek impor dapat membuat naiknya peluang menjadi importir yang mengejar marjin.
"Lebih untung jadi importir kan, daripada harus tanam padi," katanya lagi.