WahanaNews-Tani | Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyarankan agar pemerintah melakukan pembenahan tata kelola dan distribusi pupuk bersubsidi yang berimplikasi pada produksi pertanian dan inflasi pangan agar terkendali.
"Memang kita dorong permasalahan distribusi pupuk ini harus dibereskan," kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda kepada wartawan di Jakarta, Selasa (20/12).
Baca Juga:
Ketua KPU Jakarta Barat Ingatkan Dokumen Yang Perlu Dibawa ke TPS Pilkada 2024
Serapan pupuk bersubsidi yang hampir mencapai 100 persen sebelum pengujung tahun mengindikasikan telah pulihnya sektor pertanian setelah diterpa kendala pasokan pupuk akibat dampak perang Rusia dan Ukraina sejak Februari lalu.
Kondisi ini pun meningkatkan optimisme terkait dengan pengendalian inflasi pangan yang sempat menjadi pengerek utama indeks harga konsumen (IHK).
Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan menjaga momentum membaiknya kinerja sektor pertanian, pemerintah disarankan untuk melanjutkan pembenahan tata kelola dan distribusi pupuk bersubsidi sehingga inflasi pangan pada tahun depan kian terkendali.
Baca Juga:
Terminal Kalideres Cek Kelayakan Bus AKAP Menjelang Nataru
Nailul menyarankan kepada pemerintah untuk melanjutkan perbaikan dari sisi distribusi dan pendataan, sehingga pupuk subsidi atau anggaran subsidi melalui pupuk yang dikucurkan tepat sasaran.
Dia menambahkan, pemerintah juga perlu memperbesar alokasi subsidi pupuk pada tahun depan untuk menjaga kelancaran pasokan dan stabilitas harga.
Dia menyebut apabila anggaran untuk pengadaan pupuk bersubsidi tak ditambah, maka akan menaikkan harga jual pupuk nonsubsidi sebagaimana terjadi pada akhir tahun ini.
"Indef mendorong untuk memperbesar anggaran pupuk bersubsidi ini, sehingga harganya bisa lebih stabil," kata dia.
Menurut dia, sepanjang anggaran subsidi untuk pupuk bersubsidi terbatas, maka akan tetap terjadi gejolak harga karena pasokan yang terbatas. Hal ini juga berdampak pada naiknya harga pupuk nonsubsidi.
Selain itu, lanjut Nailul, dinamika krisis pangan akibat ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina juga turut menyebabkan ketidakstabilan pasokan pupuk di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
"Imbas dari harga pangan global yang meningkat dan berimbas kepada ketersediaan pupuk. Maka akhirnya harga pupuk menjadi relatif lebih mahal," kata dia.
Sementara itu, pemerintah sejauh ini telah melakukan perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi. PT Pupuk Indonesia (Persero) selaku produsen dan distributor pupuk subsidi yang mendistribusikan pupuk subsidi sudah sesuai aturan yang direkomendasikan Panja Komisi IV DPR RI.
Belum lama ini Kementerian Pertanian juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No. 10/2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian.
Dalam regulasi tersebut, terdapat perubahan kebijakan mengenai jenis pupuk subsidi yang semula Urea, SP36, ZA, NPK, dan Organik berubah menjadi Urea dan NPK.
Aturan itu merupakan regulasi yang mengacu pada hasil pembahasan dengan seluruh pihak terkait termasuk Panitia Kerja Pupuk Bersubsidi DPR. Langkah dan kebijakan ini diambil agar produk hasil pertanian terus terjaga.(jef)