Wahanatani.com | Perang yang berkecamuk memicu kekhawatiran bahwa gangguan produksi dan rantai pasok akan terjadi. Apalagi Rusia dan Ukraina keduanya merupakan negara eksportir gandum top global.
Menyadur dari CNBC Indonesia Minggu (27/2/2022) erang yang meletus di Eropa Timur antara Russia dan Ukraina berdampak pada kenaikan harga komoditas.
Baca Juga:
Jokowi Katakan Harga Gandum dan Pupuk Naik Imbas Perang Ukraina dan Rusia
Selain minyak, harga gandum juga melesat tajam dan berpotensi menurunkan kinerja keuangan emiten konsumen di dalam negeri.
Menurut Riset BRI Danareksa Sekuritas Rusia dan Ukraina menyumbang 29% dari total pasar ekspor gandum internasional.
Indonesia sendiri merupakan negara dengan iklim tropis sehingga tidak mendukung untuk pertanian gandum.
Baca Juga:
PBB Ingatkan Dunia Terancam Kelaparan Imbas Rusia Serang Lumbung Pangan Ukraina
Namun untuk kebutuhan roti, mie instan, hingga sumber pangan karbohidrat lain, Indonesia harus mengimpor gandum dari negara lain.
Pada 2020 saja nilai impor gandum RI mencapai US$ 2,6 miliar dengan total volume impor mencapai 10,2 juta ton.
Menariknya Ukraina yang sedang diserbu Rusia menjadi salah satu pemasok gandum terbesar bagi Indonesia.
Harga gandum yang melonjak ke level tertingginya hampir 1 dekade terakhir dan sempat menyentuh US$ 9,32 per 60 bushel akan turut berdampak pada kinerja keuangan perusahaan atau emiten konsumen dalam negeri.
Beberapa emiten yang memiliki eksposur terhadap gandum sebagai bahan baku produksi antara lain PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Mayora Indah Tbk (MAYOR) dengan produk unggulanya roti serta mie instan.
Menurut analis sektor konsumen BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto, gandum memiliki kontribusi sebesar 16% dari Harga Pokok Produksi (HPP/COGS) MYOR dan 15% dari HPP ICBP.
Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan oleh Natalia, kenaikan sebesar 1% harga gandum akan menyebabkan laba bersih ICBP turun 0,9% dan untuk kasus MYOR laba bersihnya bisa turun 1,2% di tahun 2022 ini.
Dalam riset yang bertajuk Higher commodity prices pose a threat, Natalia menjabarkan bahwa bukan hanya kenaikan harga gandum saja yang menjadi ancaman bagi kinerja keuangan emiten sektor konsumen, tetapi harga komoditas lain seperti minyak mentah, CPO dan susu juga akan berdampak pada penurunan bottom line perusahaan. Oleh sebab itu Natalia memberikan rating netral untuk sektor konsumen. [tum]