Wahanatani.com | Kesehatan dan kesuburan tanah punya peranan penting dalam menjaga neksus kehidupan, kata ilmuwan Bidang Microbiology dan Agroecology Dr. Nico Wanandy, peneliti Indonesia dari University of New South Wales Sydney, School of Biotechnology and Biomolecular Science.
"Kesuburan tanah dapat memberikan dampak yang luar biasa untuk kehidupan sosio-ekonomi juga dalam pencegahan perubahan iklim, termasuk perekonomian masyarakat, apalagi untuk negara agraris yang alamnya kaya seperti Indonesia," kata Nico di webinar bertajuk “Save Soil – Selamatkan Tanah”, dikutip dari keterangan resmi, Senin (21/3/2022).
Baca Juga:
Polda Kalsel Berhasil Selamatkan 463.299 Petani dari Peredaran Pupuk Ilegal
Dia melanjutkan, di India penghasilan petani sempat di bawah rata-rata, lalu Pemerintah India menggalakan praktek agrikultur yang mempromosikan kesehatan tanah, dan hasilnya penghasilan petani meningkat 230 persen.
Lebih lanjut terkait peranan tanah dan ketersediaan air, Nico menjelaskan peningkatan 1 persen dari materi karbon di lapisan atas tanah bisa meningkatkan kapasitas tanah dalam menampung air sebesar 180.000 galon per hektar. Air yang tersimpan di dalam tanah merupakan sumber dari 90 persen produksi pertanian dunia dan menyumbangkan tidak kurang dari 65 persen kebutuhan air bagi manusia khususnya.
“Jika kita mampu meningkatkan kandungan karbon organik dalam tanah 0,4 persen setiap tahunnya, dapat membantu mengurangi resiko bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan badai. Jadi secara holistik, pembangunan berkelanjutan, transisi energi bersih, soal pangan dan ketersedian air, semua kembali ke tanah," pungkasnya.
Baca Juga:
Kekeringan Ancam Panen Padi di Labura, Petani Terancam Rugi
Pada kesempatan berbeda, Melli Darsa, Dewan Pertimbangan Kadin, mengatakan bahwa saat ini sudah tidak bisa dipungkiri langkah dunia ke depan haruslah langkah yang sejalan dengan prinsip ekologi.
“Ekosistem dan strategi pembangunan peradaban dunia ke depan, harus seimbang antara, ekonomi, kemanusiaan, dan ekologi. Sayangnya pada saat kemarin di COP26 Glasgow, aspek ekologi tidak diangkat secara holistik khususnya tentang resiko kepunahan tanah," kata Melli.
Melli mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo di sambutannya yang meminta dunia melihat tantangan dan risiko perubahan iklim secara holistik pada saat pembukaan Sidang Ke-144 Assembly of The Inter-Parliamentary Union (IPU) and Related Meetings yang digelar di Mangupura Hall, Bali Internasional Convention Center (BICC), Kabupaten Badung, Provinsi Bali, pada Minggu, 20 Maret 2022.
“Benar yang Bapak Presiden katakan bahwa tantangan perubahan iklim itu bukan hanya mendorong pentingnya transisi ke energi bersih, tapi juga soal pangan. Energi dan pangan punya kaitan erat dengan air. Tiga ini adalah the nexus that sustains life – energi, air, dan pangan. Dan ketiga ini sentral ke bagaimana kita menjaga kondisi tanah. 'Fertility of the soil is the future of civilization',” katanya.
Terkait dengan sidang parleman global yang saat ini sedang berlangsung di Bali, Melli berharap pertemuan forum tersebut dapat membahas perubahan iklim secara lebih holstik, mencakup ketersediaan energi, air, dan kondisi tanah.
"Kondisi tanah secara langsung mempengaruhi ketersediaan pangan. Dan ini sejalan dengan SDGs Goal 2, yaitu Zero Hunger. Saya rasa ini isu yang amat penting dan langsung menyentuh bagi masyarakat," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo di pembukaan sidang parlemen dunia yang kali ini bertemakan "Getting to Zero: Mobilizing Parliament to Act on Climate Change" tersebut, Presiden Jokowi turut menyerukan risiko perubahan iklim terhadap energi dan pangan.
Menurut Presiden, isu perubahan iklim sudah sangat sering dibicarakan di dalam pertemuan-pertemuan global, namun aksi lapangannya belum terlihat.
"Jangan melupakan bahwa kita menghadapi sebuah hal yang mengerikan kalau kita tidak berani memobilisasi kebijakan-kebijakan, baik itu di parlemen maupun di pemerintah, yaitu adalah perubahan iklim. Hal yang sering kita lakukan, sering kita bicarakan, sering diputuskan di dalam pertemuan-pertemuan global, tetapi aksi lapangannya belum kelihatan," ungkapnya.
Presiden mengungkapkan risiko perubahan iklim bisa mendistrupsi berbagai aspek kehidupan global, mulai dari kelangkaan energi dan pangan, hingga gangguan logistik dalam pengiriman, sehingga secara sosial ekonomi dampaknya bisa mendorong kenaikan inflasi hampir di semua negara sehingga rakyat kesulitan dalam menjangkau harga-harga yang naik.
Food and Agriculture Organisasi (FAO) mengatakan bahwa kerusakan tanah dan perubahan iklim bisa menyebabkan penurunan produksi pertanian hingga 50 persen di beberapa wilayah, apalagi status kesuburan tanah di negara seperti Amerika Serikat sudah kehilangan top soil (lapisan tanah atas) sebanyak 50 persen, kemudian 75-85 persen tanah pertanian di Eropa hanya memiliki 2 persen kandungan organik, sedangkan tanah pertanian di Indonesia hanya memiliki 0,5 persen kandungan organik. [tum]