Wahanatani.com | Pada Rabu (23/3/2022) pukul 09:31 WIB, harga kedelai di Chicago Board of Trade tercatat US$ 16,99/bushel. Naik 0,18% dibandingkan hari sebelumnya sekaligus jadi yang tertinggi sejak 2012.
Dalam sebulan terakhir, harga kedelai naik 1,86% secara point-to-point. Sejak akhir 2021 (year-to-date/ytd), harga melesat 27,09%.
Baca Juga:
Kunjungi Lampung, Mendag Hadiri Gerakan Tanam Kedelai di Tanggamus
Harga kedelai dunia terus menanjak dan mencatat rekor baru. Di Indonesia, ini bisa jadi kabar buruk buat tahu-tempe lovers.
Menyadur dari CNBC Indonesia, Rabu (23/3/2022) kenaikan harga kedelai mengikuti gerak harga komoditas dunia yang melonjak sejak perang Rusia-Ukraina. Maklum, Ukraina adalah salah satu negara produsen kedelai utama.
Ukraina adalah produsen kedelai terbesar Eropa dan nomor delapan dunia. Ketika pasokan dari Ukraina mampet gara-gara perang, maka dampaknya akan cukup terasa.
Baca Juga:
Turunkan Harga Kedelai, Mendag Ganti Selisih Harga
Roman Leshchenko, Menteri Pertanian Ukraina, mengungkapkan luasan panen pertanian negaranya pada musim semi tahun ini bisa berkurang separuh dibandingkan 2021 menjadi sekitar 7 juta hektar. Tahun lalu, luasan panen masih sekira 15 juta hektar.
"Proyeksi saat ini adalah 7 juta hektar. Panen akan lebih sedikit. Kami memang masih punya stok, tetapi untuk mengekspornya adalah pertanyaan lain," keluh Leshchenko kepada Reuters.
Ke depan, Leshchenko menilai situasi masih sulit diprediksi. Zona konflik yang kian meluas tiap harinya membuat produksi pertanian terancam.
"Situasi belum stabil. Wilayah konflik terus bergerak dan kami berharap perdamaian bisa segera tercipta. Dengan demikian, kami bisa menanami lagi lahan yang berada di zona perang," sambung Leshchenko.
Indonesia Tergantung Kedelai Impor
Di Indonesia, kedelai adalah bahan baku utama pembuat tahu-tempe. Makanan ini sama sekali tidak mewah, tetapi bahan bakunya sebagian besar didatangkan dari impor.
Mengutip laporan Outlook Kedelai 2020 terbitan Kementerian Pertanian, produksi kedelai Tanah Air cenderung turun.
Pada 2015-2019, produksi kedelai nasional terlihat mengkhawatirkan karena terus menurun cukup signifikan sebesar 37,33% pada 2017 dari tahun sebelumnya yang juga turun 10,75%.
Sedihnya, laporan Kementerian Pertanian mengakui bahwa Indonesia semakin tergantung terhadap kedelai impor. Selama periode 2015-2019, tingkat ketergantungan impor (Import Dependency Ratio/IDR) ada di 78,44%.
Jika harga kedelai impor terus menanjak, maka hanya ada dua kemungkinan nasib tahu-tempe. Harga naik atau ukuran menciut.
Makanan pokok di Indonesia adalah nasi. Namun gandum dan kedelai juga banyak dikonsumsi karena menjadi bahan baku untuk makanan seperti mie, roti, dan tahu.
"Dampak inflasi akibat perang tidak bisa dikesampingkan. Produk gandum dan kedelai, bersama minyak goreng, menyumbang 3-4% terhadap Indeks Harga Konsumen. Ini hampir sama dengan beras. Jadi kenaikan harga produk-produk tersebut bisa menaikkan inflasi Indonesia lebih dari 0,04 poin persentase," terang Helmi Arman, Ekonom Citi, dalam risetnya. [tum]