Wahanatani.com | Dikabarkan tiga anak-anak terluka saat TNI bentrok dengan petani di areal persawahan di Deliserdang.
Kodam I/Bukit Barisan membentuk tim yang akan mengusut dugaan penganiayaan anak-anak dan menyerang warga di Dusun Saor Matio, Desa Seituan, Kecamatan Pantai Labu, Deliserdang, Sumatera Utara.
Baca Juga:
Puluhan Anggota TNI Datangi Polrestabes Medan, Sempat Bersitegang
"Kami telah menurunkan tim untuk mendapatkan informasi yang akurat atas peristiwa tersebut," kata Kepala Penerangan Kodam I/BB, Kolonel Donald Silitonga, Kamis (6/1/2021).
Donald mengatakan TNI menekankan semuanya harus menghormati asas praduga tak bersalah.
"Kami menjunjung tinggi hukum yang berlaku di negara ini. Tapi asas hukum praduga tidak bersalah harus dihormati," ujarnya.
Baca Juga:
Prajurit Yonif 8 Marinir Ikuti Donor Darah Di Makodim 0203/Langkat
Donald menyebut, prajurit yang terbukti bersalah akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
"Kalau di dalam penyelidikan cukup bukti dan ditemukan unsur tindak pidana, maka akan ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Kita yakinkan tidak ada intervensi dalam proses hukum," tegasnya.
Kasus bentrokan TNI dan warga ini bermula saat Pusat Koperasi Kartika (Puskopkar) "A" Bukit Barisan (BB) hendak memasang plang di lahan yang ada di Dusun Saor Matio, Kecamatan Pantai Labu, yang bersengketa dengan masyarakat pada Selasa (4/1/2022) lalu.
Sekum Puskopkar "A" BB, Letkol Caj Drs Wendrizal menjelaskan, lahan tersebut adalah milik Kodam I/BB berdasarkan hasil putusan Mahkamah Agung Register Nomor : 209/K/TUN./2000 pada 30 Juli 2000.
"Saat itu penggugat Arifin dkk 176 KK melawan tergugat 1 Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang. Tergugat 2 Puskop Kartika "A" BB," ujarnya.
"Tergugat 3 PT Poly Kartika Sejahtera atas lahan seluas 60 Ha di Desa Saor Matio. Lahan HGU Kebun Sei Tuan yang dimenangkan para tergugat," tambahnya.
Ia pun menjelaskan pihaknya akan memperpanjang HGU karena habis nanti 31 Desember 2023.
Dijelaskan pihaknya mendapat rekomendasi dari BPN Pusat kemarin agar memperjelas patok batas dan tanda kepemilikan.
"Itu lah dasar kita memasang plang. Tapi masyarakat juga memasang plang atas nama kelompok tani Satahi Saoloan. Kalau mau dibawa ke pengadilan silahkan saja. Kami siap bertempur di pengadilan," sebutnya.
Diketahui, kericuhan terjadi di area lahan persawahan antara petani dari Desa Seituan Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deliserdang dengan Personel TNI Angkatan Darat Selasa, (4/1/2022).
Saat itu pihak TNI kembali mengklaim kalau persawahan yang dikuasai oleh masyarakat adalah milik Pusat Koperasi Angkatan Darat (Puskopad) A Dam I/BB.
Kericuhan itu direkam, diunggah dan sontak viral di media sosial karena sempat disiarkan secara langsung oleh salah satu petani yang memiliki akun Facebook bernama "Samarya Uyee Samarya Parbellakk".
Informasi yang dihimpun keributan terjadi karena saat itu pihak TNI AD melakukan pemasangan plang di lokasi tersebut.
Kericuhan yang awalnya terjadi di jalan desa lama kelamaan sampai memasuki area persawahan.
Beberapa personel TNI terlihat berlumpur karena terlibat keributan dengan masyarakat di area persawahan yang baru beberapa hari ditanami.
" Tolong....tolong kami. Tuhan Tolong kami masyarakat dipukuli," ucap pemilik akun Facebook tersebut sembari menayangkan video siaran langsung.
Konflik yang terjadi ini ternyata sudah lama terjadi dan sampai saat ini kedua belah pihak masih mengklaim masing-masing kepemilikan.
Kepala Desa Seituan, Parningotan Marbun menyebut pihak Puskopad sudah lama meminta agar warga mengosongkan lahan pertanian seluas 65 hektare.
Disebut masyarakat tidak mau bergeser lantaran lahan sudah dikuasai dari zaman kakek neneknya.
"Sesudah jadi bandara ini mereka ngaku-ngaku HGU nya ini. Dulu-dulu nggak pernah diperdebatkan dijaman kakek saya. Semenjak ada bandara ininya seperti ini," ucap Parningotan Marbun.
Ia mengaku sangat menyayangkan kericuhan yang terjadi pada Selasa pagi.
Disebut dalam kejadian itu tiga anak-anak juga menjadi korban.
Ia menyebut karena dipijak oknum TNI korban pun harus dibawa berobat.
"Anak-anak masih SMP dan 13 tahun jadi korban. Karena masyarakat saya dipijak ya saya juga nggak terima. Ini kita mau ngadu ke Komnas Perlindungan Anak juga ini supaya tahu Bapak Aris Merdeka Sirait. Ya saya nggak tahu kenapa bisa sampai gitunya kali, ya mungkin emosi TNI nya," kata Parningotan.
Ia mengaku tidak melihat langsung peristiwa kericuhan karena saat itu ia sedang mengikuti rapat di Polresta Deliserdang.
Saat itu dirinya langsung mendapat telpon terus dari masyarakat.
Setelah dirinya datang pihak Puskopad TNI AD pun sudah tidak ada lagi di lokasi.
"Kalau sudah diginiin masyarakat saya yang jelas perlu hukum bertindak karena sudah melampaui pemerintah desa mereka bertindak. Sudah dari dulunya dikuasi masyarakat tanah itu. Ada 160an orang juga itu masyarakat yang punya selama ini," kata Parningotan.
Disebut masyarakat tidak bersedia meninggalkan lokasi karena 98 persen adalah bekerja sebagai petani.
Hanya dua persen saja masyarakatnya yang bekerja sebagai nelayan. Ia menyebut sebelum pihak TNI bertindak sudah seharusnya berkoordinasi dulu dengan Pemerintah Desa.
"Apapun ceritanya harus kordinasi dulu baru bertindak. Saya Kepala desa pernah memang diundang cuma saat itu mereka maunya harus mereka yang punya tanah sementara masyarakat ini menyewa sama mereka. Kapan mereka butuh bisa diambil. Minta Supaya dikosongkan masyarakat mana mau," katanya. [tum]