Wahana Tani, Jakarta - Indonesia berencana menggenjot pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Yang terbaru, pemerintah bersiasat mengembangkan energi bersih paling baru di dunia yakni hidrogen hijau.
Hari ini, Indonesia melalui PT PLN (Persero) dan PT Pupuk Iskandar Muda melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dengan perusahaan asal Jerman, Augustus Global Investment.
Baca Juga:
PLN: Produksi 'Hidrogen Hijau' jadi Bahan Bakar Masa Depan
CEO Augustus Global Investments Fadi Krikor mengatakan bahwa pihaknya saat ini tengah mencari peluang untuk dapat memproduksi hidrogen ramah lingkungan. Oleh sebab itu, pihaknya tengah mencoba menganalisis beberapa negara dan potensi pasar seperti di Indonesia.
Menurut dia pihaknya berencana untuk membangun Production Plant Green Hydrogen berkapasitas produksi 35.000 ton per tahun di Indonesia dan membutuhkan lahan 50 ha. Adapun biaya investasi pembangunan infrastruktur produksi green hydrogen diperkirakan mencapai US$ 400-700 juta, tergantung dari bentuk akhir green hydrogen yang akan ditransportasikan.
"Kami akan menyelidiki sekitar setengah miliar dolar fasilitas baru untuk produksi hidrogen ramah lingkungan. Dan yang pasti kita membutuhkan selain air dan kita membutuhkan energi hijau dan lokasi yang tepat," kata dia di Gedung Kementerian ESDM, Senin (28/8/2023) melansir CNBC Inonesia.
Baca Juga:
PLN Katakan Produksi Hidrogen Hijau Jadi Bahan Bakar Alternatif di Masa Depan
Sementara, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana usai menyaksikan penandatanganan mengatakan pemerintah telah mempertimbangkan kontribusi hidrogen dalam transisi energi di Indonesia.
Pasalnya, hidrogen hijau akan memainkan peran penting dalam dekarbonisasi sektor transportasi yang akan dimulai pada tahun 2031, dan sektor industri dimulai pada tahun 2041.
Menurut Dadan, Hidrogen telah dimanfaatkan di Indonesia dalam sektor industri, terutama sebagai bahan baku pupuk. Konsumsi hidrogen di Indonesia saat ini berkisar 1,75 juta ton per tahun, dengan pemanfaatan didominasi untuk urea (88%), amonia (4%) dan kilang minyak (2%).