WahanaNews-Persona | Protes terkait rencana kenaikan harga tiket naik Candi Borobudur menjadi Rp 750 ribu terus meluas. Termasuk masyarakat beragama Buddha.
Kepala Sangha Theravada Indonesia, Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera menuturkan, harga tersebut berada diluar kemampuan umat Buddha pedesaan yang berada cukup banyak di Jawa Tengah. Ia meminta sebaiknya tarif ini tidak diterapkan.
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
“Rakyat kecil (umat Buddha pedesaan) sampai meninggal dunia pun tentu tidak akan mampu naik ke atas candi untuk melakukan ‘puja’ atau ‘pradaksina’ karena harus membayar biaya yang sangat mahal bagi mereka Rp 750 ribu per orang,” terang dia dalam keterangannya, Selasa (7/6).
Selain pengenaan tarif itu, pengunjung yang akan masuk ke Candi Borobudur juga akan dibatasi 1.200 per hari. Menurut dia, kebijakan pembatasan itu bagus untuk penyelamatan candi. Namun, lagi-lagi jangan sampai dikenakan tarif yang mahal.
“Kalau pada hari itu kuota sudah penuh, dimohon saja naik pada hari berikutnya atau hari yang lain. Kalau pengunjung tidak mau atau tidak bisa naik pada hari lain, ya sudah. Apalagi pendaftaran bisa dilakukan melalui online,” papar dia.
Baca Juga:
Polsek Bagan Sinembah Gelar Kegiatan Launching Gugus Tugas Polri dan Ketapang.
Ia menegaskan, pemerintah jangan hanya mengedepankan soal komersialisasi saja. “Jangan yang punya uang saja yang boleh naik, atau dengan jalan lain harus menjadi bhiksu dulu, atau kembali menjadi murid sekolah, tentu hal ini sangat tidak mungkin,” tutur tokoh agama Buddha itu.
Menurutnya, biarlah umat Buddha sabar menanti antrean agar bisa naik ke atas candi untuk bisa beribadah. Seperti halnya saudara-saudara muslim yang juga sabar menanti antrean naik haji sampai beberapa tahun.
“Semoga usulan ini berkenan untuk diperhatikan oleh para pihak yang berwenang membuat keputusan-keputusan perihal regulasi Candi Borobudur,” tandasnya. [afs]