WahanaNews-Persona | George Soros adalah investor kelahiran Hungaria yang dituding sebagai penyebab terjadinya krisis moneter di Indonesia dan juga beberapa negara Asia lainnya pada 1998 silam.
Dilansir dari berbagai sumber, pria yang bermukim di Amerika Serikat ini lahir pada 12 Agustus 1930 di Budapest, Hungaria. Dia merupakan seorang spekulan keuangan, investor saham dan aktivis politik.
Baca Juga:
Krisis Ekonomi Argentina Makin Ngeri, Warga Makan Sampah-Bank Sentral Bubar
George Soros adalah seorang pendiri dan ketua perusahaan investasi bernama Soros Fund Management LLC.
Dia merupakan seorang kapitalis radikal yang juga memiliki perusahaan hedge fund dengan nama Quantum fund yang pernah tercatat menghasilkan return tahunan sebesar 35% selama 25 tahun.
Karena terkenal andal dalam melakukan trade, George Soros masuk ke dalam jajaran orang terkaya di Amerika Serikat tepatnya di urutan ke 56 versi Forbes 2021 dan orang terkaya urutan 162 di dunia.
Baca Juga:
UU Perlindungan Konsumen: Berbagai Peraturan untuk Menjamin Hak Konsumen
Pada awalnya George Soros tidaklah memiliki banyak uang atau kekuasaan besar sehingga bisa menggerakkan perekonomian suatu negara.
Namun dia memiliki aksi yang sangat terkenal terkait pembobolan terhadap Bank of England dalam peristiwa Black Wednesday. Black Wednesday adalah peristiwa yang dimulai dari sikap tidak maunya Inggris untuk bergabung dalam terbentuknya mata uang tunggal Eropa.
Melihat kondisi ini, George Soros yang merupakan spekulan handal kemudian memanfaatkan kesempatan ini untuk mencari keuntungan dengan melakukan hedge fund atau dana lindung nilai.
George Soros yakin bahwa Inggris akan menurunkan tingkat suku bunga yang akan melemahkan mata uangnya untuk memulihkan ekonomi negara tersebut.
Setelah tebakannya ini tepat, George Soros akhirnya menjual poundsterling dengan nilai setara dengan USD 6 miliar dan membeli deutsche mark dengan nilai setara USD 7 miliar.
Peminjaman uang ke Bank of England sebesar 5 miliar poundsterling pun dilakukannya untuk kemudian dikonversi dengan deutsche mark dengan nilai tukar 1 poundsterling sama dengan 2,79 Deutsche mark.
Ini menyebabkan kondisi makro ekonomi Inggris tidak stabil dan pada akhirnya negara tersebut keluar dari kesepakatan ERM dan mengubah sistem mata uangnya. Begitu juga pada krisis moneter di Indonesia dan Asia pada tahun 1997 sampai 1998 yang disebabkan oleh ulah spekulan andal ini. Perusahaan hedge fund milik Soros inilah yang membuat mata uang negara negara Asia terguncang.
Perusahaan pengelola dana investasi para nasabah besar ini telah melakukan spekulasi mata uang Bath di Thailand yang memicu kejatuhan nilai mata uang tersebut terhadap dolar Amerika Serikat. [afs]