WahanaNews-Persona | Wakil Ketua Sinode GKI di Tanah Papua Pendeta Hizkia Rollo menegaskan komitmen Papua sebagai 'Tanah Damai'. Ia meminta hal ini terus dijaga dan jangan ada satu orang pun yang berusaha merusaknya.
"Papua sudah ditetapkan sebagai Tanah Damai. Kita tidak boleh mengalah pada strategi dan cara apapun. Apapun alasan dan kepentingannya, pimpinan agama harus tetap menjadikan Papua Tanah Damai. Kita para tokoh lintas agama menyatakan sikap bahwa damai dan kerukunan adalah harga mati," ujar Hizkia Rollo dalam keterangan tertulis, Rabu (16/11/2022).
Baca Juga:
Langkah Pengamanan Menjelang Pilkada Serentak, Asistensi Operasi Damai Cartenz di Intan Jaya
Ia menjelaskan masyarakat Provinsi Papua dikenal sangat majemuk dengan beragam etnis, suku, agama, bahasa, budaya dan adat istiadat. Meski beragam, toleransi antarumat beragama dalam kehidupan sosial di Bumi Cenderawasih ini menurutnya sangat rukun dan damai.
Hizkia menilai kehidupan antarumat beragama yang kondusif menjadi modal besar untuk membangun Tanah Papua yang lebih sejahtera dan berkeadilan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga, toleransi kerukunan antarumat beragama di Tanah Papua menjadi nilai penting untuk saling menghormati agama yang dianut setiap masyarakat dengan mengembangkan konsep dasar persaudaraan.
Dari ajaran toleransi, lanjutnya, kesadaran warga untuk menghargai, menghormati, membiarkan, dan membolehkan pendirian, pandangan, keyakinan, kepercayaan akan tumbuh. Bahkan, nilai toleransi akan memberikan ruang bagi pelaksana kebiasaan, perilaku, dan praktik keagamaan orang lain yang berbeda kepercayaan.
Baca Juga:
Denisovan, Manusia Purba yang Kuat: Jejak DNA-nya Masih Hidup di Orang Papua
Ia mengungkap pengurus dan anggota Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Papua, tokoh lintas agama, akademisi dan berbagai unsur pejabat di Papua berkomitmen untuk menjaga dan mempertahankan 'Papua Tanah Damai' serta menolak rasisme antar elemen masyarakat di Indonesia.
Uskup Jayapura Leo Laba Ladjar juga menyampaikan ajakan dan imbauan senada. Yakni ajakan membangun komunitas basis.
"Bukan sesuku tetapi yang berdekatan. Rukun dulu, bangun kerukunan. Kerukunan dan kedamaian jangan hanya membatasi diri pada satu agama atau suku, tapi pada siapapun yang membutuhkan," pesan Leo.
Sementara itu, cucu Raja Pertuanan Wertuar, Moi Kuda mengungkap Pembangunan Masjid Tua Patimburak menjadi salah satu simbol toleransi di Papua. Masjid ini berdiri kokoh dan tua di Tanah Papua yang mayoritas memeluk agama Kristen.
Ia menuturkan masjid ini menjadi saksi bisu keberagaman dan perbedaan di Papua. Masjid yang memiliki nama asli Masjid Al Yassin ini menyimpan sejarah penyebaran agama Islam di Tanah Papua dan dibangun lebih dari 150 tahun lalu. Sehingga, tempat ibadah ini menjadi masjid tertua di Fakfak sekaligus di Papua Barat dan juga merupakan salah satu situs cagar budaya di kabupaten penghasil pala tersebut.
"Artinya, supaya umat beragama di Fakfak tidak bisa dipisahkan. Diharapkan tiga agama, yaitu Islam, Kristen, dan Katolik, yang menjadi ciri khas masjid selalu hidup rukun," kata Moi Kuda. [afs]