WahanaNews-Otomotif | Pengumuman resmi kenaikan harga BBM di Indonesia mendorong minat beberapa masyarakat untuk beralih menggunakan mobil listrik.
Tidak dimungkiri, animo masyarakat untuk mengendarai mobil listrik sedang meningkat belakangan ini. Bahkan, merujuk pada catatan Visual Capitalist, di tahun 2021 saja meskipun masih dalam kondisi pandemi, setidaknya terdapat 6,8 juta kendaraan listrik yang terjual di berbagai negara.
Baca Juga:
Uni Eropa Berlakukan Tarif Tinggi Mobil Listrik Buatan China
Salah satu alasan populer masyarakat beralih menggunakan kendaraan listrik adalah faktor ramah lingkungan. Hal ini terlihat dari survei yang dilakukan oleh Perusahaan Peugeot di Inggris.
Dalam survei tersebut, 54,8 persen anak-anak mengaku memaksa orang tuanya untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan menggunakan mobil listrik atau hybrid. Kemudian, 67,8 responden juga mengaku lebih memilih untuk memiliki mobil listrik daripada mobil berbahan bakar minyak.
Lantas, apakah kendaraan listrik benar-benar ramah lingkungan dan mampu menjadi solusi untuk menghindari dampak kenaikan harga BBM?
Baca Juga:
Neta Luncurkan Model Ketiga Mobil Listrik di Indonesia, Dukung Pengurangan Emisi Karbon
4 Fakta Kendaraan Listrik
1. Diklaim Lebih Hemat Energi
Sebagaimana survei Perusahaan Peugeot di atas, hasil riset lembaga Populix menunjukkan bahwa 77 persen dari 1.002 responden menilai kendaraan listrik sebagai otomotif ramah lingkungan.
Apabila merujuk situs web resmi Kementerian Perindustrian, pernyataan masyarakat tersebut tidak salah. Dalam artikel berjudul Studi Mobil Listrik: Hemat Energi Hingga 80 Persen, rata-rata mobil listrik jenis hybrid diklaim lebih hemat BBM hingga 50 persen, sedangkan mobil listrik dengan sistem plug-in hybrid mampu menghemat BBM hingga 75 - 80 persen.
2. Kendaraan Listrik Belum Lepas dari Bahan Bakar Fosil
Kendati penelitian di atas menunjukkan bahwa kendaraan listrik berpotensi menghemat BBM, kondisi saat ini, terkhusus di Indonesia, menunjukkan bahwa produksi listrik sebagai bahan bakar kendaraan listrik belum lepas dari pengolahan bahan bakar fosil yang juga merupakan bahan baku pembuatan BBM.
Merujuk analisis dari laman its.ac.id, Negara Indonesia disebut masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU untuk menghasilkan sumber energi listrik. Lebih lagi, Direktur Mega Project PLN Muhammad Ikhsan Asaad menyebutkan bahwa sampai tahun 2020 bahan bakar fosil masih digunakan di Indonesia sampai dengan 87,4 persen.
3. Pertimbangan Limbah Baterai Mobil Listrik
Umumnya, kendaraan listrik menggunakan baterai sebagai tempat penyimpanan energi. Apabila merujuk laman its.ac.id, baterai tersebut memiliki masa pakai sekitar 10 - 12 tahun dan perlu diganti apabila masa pakainya telah kedaluwarsa.
Sementara itu, merujuk tulisan Serge Pelissier berjudul Can Electric Vehicle Batteries be Recycled?, penelitian menunjukkan bahwa baterai kendaraan listrik sebaiknya hanya digunakan sekali saja. Artinya, baterai sekali pakai berpotensi menimbulkan timbunan limbah mobil listrik pada masa mendatang.
Meskipun begitu, Pelissier menegaskan bahwa masih terdapat perdebatan terkait penggunaan ulang atau recycle dari baterai kendaraan listrik.
4. Kesiapan Infrastruktur
Terakhir, pertimbangan teknis yang tidak boleh dilupakan adalah ketersediaan tempat pengisian daya bagi kendaraan Anda baik di rumah ataupun di tempat publik.
Saran tersebut disampaikan oleh laman electriccarsguide.com.au mengingat lonjakan pemilik kendaraan listrik di Australia yang tidak diiringi ketersedian tempat pengisian daya yang memadai. Terlebih lagi, terkadang pengisi daya telah tersedia, tetapi colokan atau port antara mobil dan pengisi daya tidak selaras.
Oleh karena itu, berdasarkan beberapa fakta tersebut, apabila Anda hendak membeli mobil listrik atas dasar alasan penghematan energi, sepertinya Anda perlu berpikir dua kali. Selain itu, permasalahan limbah baterai mobil listrik dan kesiapan infrastruktur di rumah atau di ruang publik, seperti tempat isi ulang daya atau baterai, juga perlu Anda pertimbangkan. [afs]