Sayangnya, mayoritas pengembangan pembangkit EBT membutuhkan pendanaan awal yang tergolong besar meskipun untuk jangka panjang memiliki dampak yang sangat positif.
Untuk itu, diperlukan pemikiran yang detail dalam upaya membangun EBT berkaitan dengan penyusunan kebijakan serta pemetaan resiko, tarif listrik untuk jangka menengah dan panjang.
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
Sri Mulyani memastikan, hal ini pun terus dilakukan pemerintah dalam penyusunan desain mekanisme transisi energi untuk mendukung komitmen Indonesia.
Transformasi ini dipastikan memiliki dampak pada APBN, untuk itu pemerintah berupaya mengantisipasi dampak ini.
"Apakah ada dampak fiskalnya? Sangat banyak. APBN memiliki banyak instrumen konsekuensinya harus kita jaga. APBN gak boleh rusak atau sakit jadi APBN harus sehat guna mendukung pemulihan ekonomi apalagi masih dalam situasi pademi," kata Sri Mulyani.
Baca Juga:
Menkeu: Kemenkeu Dukung dan Berikan Bantuan Maksimal Kepada Seluruh K/L pada KMP
Namun, lanjut Sri Mulyani, bukan berarti APBN tak sanggup untuk memberikan insentif guna menuju tercapainya transformasi energi.
Salah satu langkah awal yakni dengan pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Langkah lainnya yakni dengan instrumen carbon tax yang juga telah disepakati DPR RI. (JP)