WahanaNews.co.id | Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, butuh pendanaan yang besar dalam upaya transformasi disektor energi, khususnya pembangkit listrik.
Sri Mulyani memastikan, upaya transformasi ini pun sebagai bagian untuk mencapai target net zero emission di 2060 mendatang.
Baca Juga:
Bea Cukai Tindak 31.275 Perdagangan Ilegal di 2024, Menkeu: Potensi Kerugian Negara Rp3,9 Triliun
Sebagai langkah awal, Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah tengah menjalin inisiatif Asian Development Bank (ADB) untuk melihat niatan global.
"Kalau global ingin Indonesia mentransformasikan energinya dari non-energi baru terbarukan ke energi baru terbarukan, itu tidak hanya tanggungjawab Indonesia, itu (juga) tanggungjawab global," terang Sri Mulyani dalam dalam Pertamina Energy Webinar 2021: Energizing Your Future, Selasa (7/12/2021).
Ia melanjutkan, langkah transformasi energi tidak gratis dan tidak murah.
Baca Juga:
Menkeu: Kemenkeu Dukung dan Berikan Bantuan Maksimal Kepada Seluruh K/L pada KMP
Upaya untuk mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) membutuhkan dana yang besar.
Selain itu, pembangkit-pembangkit yang dipensiunkan pun harus segera digantikan dengan pembangkit energi baru terbarukan (EBT), ini juga akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Sri Mulyani melanjutkan, Indonesia memiliki sumber daya alam yang besar, untuk itu hal ini perlu dimanfaatkan dengan melakukan transformasi energi.
Sayangnya, mayoritas pengembangan pembangkit EBT membutuhkan pendanaan awal yang tergolong besar meskipun untuk jangka panjang memiliki dampak yang sangat positif.
Untuk itu, diperlukan pemikiran yang detail dalam upaya membangun EBT berkaitan dengan penyusunan kebijakan serta pemetaan resiko, tarif listrik untuk jangka menengah dan panjang.
Sri Mulyani memastikan, hal ini pun terus dilakukan pemerintah dalam penyusunan desain mekanisme transisi energi untuk mendukung komitmen Indonesia.
Transformasi ini dipastikan memiliki dampak pada APBN, untuk itu pemerintah berupaya mengantisipasi dampak ini.
"Apakah ada dampak fiskalnya? Sangat banyak. APBN memiliki banyak instrumen konsekuensinya harus kita jaga. APBN gak boleh rusak atau sakit jadi APBN harus sehat guna mendukung pemulihan ekonomi apalagi masih dalam situasi pademi," kata Sri Mulyani.
Namun, lanjut Sri Mulyani, bukan berarti APBN tak sanggup untuk memberikan insentif guna menuju tercapainya transformasi energi.
Salah satu langkah awal yakni dengan pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Langkah lainnya yakni dengan instrumen carbon tax yang juga telah disepakati DPR RI. (JP)