Health.WahanaNews.co | Dalam Rangka Memperingati Hari Down Syndrom yang ditetapkan pada tanggal 21 Maret 2022, hari ini kita akan membahas tentang Down Syndrom.
Memiliki buah hati yang lahir dengan sehat dan sempurna tentu menjadi harapan semua orang tua. Meski begitu, terkadang ada beberapa kondisi yang membuat bayi mengalami cacat saat baru lahir.
Baca Juga:
Tips Mengatasi Anak yang Sulit Makan
Dari beragam jenis cacat lahir pada bayi, Down syndrome atau sindrom Down merupakan salah satunya. Pada Sindrom Down tersebut, apa saja ciri-ciri yang terlihat pada bayi? Agar lebih jelas, ketahui gejala Down syndrome atau Sindrom Down ini.
Sindrom Down atau yang lebih dikenal dengan Kelainan Genetik Trisomi, yaitu kelainan genetik yang disebabkan ketika pembelahan sel menghasilkan bahan genetik tambahan dari kromosom 21.
Sindrom Down menyebabkan penampilan wajah yang khas, cacat intelektual, keterlambatan perkembangan, kepala berukuran kecil, wajah dan hidung datar, kondisi tonus otot buruk atau tidak berfungsi dengan baik, ukuran kepala, telinga, dan mulut kecil, tangan lebar dengan jari-jari yang pendek, ukuran tangan dan kaki kecil dan dapat terkait dengan tiroid atau penyakit jantung.
Baca Juga:
Bupati Kediri Minta Kepala Dinas Pendidikan Perhatikan Anak Berkebutuhan Khusus
Program intervensi dini dan pendidik khusus yang dapat mengobati situasi spesifik setiap anak akan membantu mengelola Down Syndrom.
Sindrom Down merupakan penyebab genetik disabilitas intelektual paling sering yang tidak diturunkan (95% tidak diturunkan, 5% diturunkan).
Pertama kali ditemukan oleh dokter dari Inggris bernama Langdon Down tahun 1862 yang melakukan riset mengenai karakteristik fisik disabilitas intelektual yang oleh dokter Down dianggap seperti ras Mongolia, namun demikian penyebutan Sindrom Mongolia mulai ditinggalkan sejak tahun 1970 karena dianggap rasis sehingga penamaan ini sekarang tidak digunakan lagi.
PENYEBAB SINDROM DOWN
Sindrom Down pada umumnya (95%) disebabkan karena gagalnya pembelahan sel gamet (sel telur atau sperma) pada proses Meiosis I ataupun Miosis II (non-disjunction) sehingga mengakibatkan terjadinya kelebihan kromosom 21 sel gamet, apabila sel gamet tersebut dibuahi akan menghasilkan bayi dengan kelebihan 1 kromosom 21 atau disebut Trisomi 21 dengan kariotip: 47, XX,+21 (Perempuan) atau 47, XY, +21 (Laki-laki).
Sindrom Down jenis ini disebut sebagai Sindrom Down Klasik dan tidak diturunkan.
Sebagian kecil kasus (5%) terjadi akibat terjadinya translokasi (perpindahan sebagian atau seluruh kromosom ke kromosom lain) yang terjadi akibat adanya translokasi kromosom 21 dengan kromosom akrosentrik (tidak mempunyai lengan pendek) lain misalnya kromosom 14 (paling sering), kromosom 13, kromosom 15, dan dengan kromosom 21.
Sindrom Down jenis ini disebut sebagai Sindrom Down Translokasi dan pada umumnya diturunkan dari orang tuanya (karier).
FAKTOR RISIKO SINDROM DOWN
Kegagalan terjadinya pembelahan sel gamet (Meiosis non-disjunction) belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun beberapa literatur mengatakan faktor lingkungan seperti polusi, merokok, paparan sinar radiasi, kurang gizi, gangguan metabolisme asam folat menjadi faktor yang diduga merupakan faktor yang menyebabkan gagalnya pembelahan sel gamet.
Umur ibu yang lanjut (>35 tahun) atau disebut advance maternal age disebut sebagai risiko yang tinggi nterhadap kejadian Sindrom Down.
Oleh karena itu wanita yang berumur lebih dari 35 tahun apabila mengandung sebaiknya melakukan skrining tes untuk mengetahui keadaan janin yang sedang dikandung. Jenis tes yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan darah ibu (maternal serum screening) pada trimester satu (<12 minggu) atau dengan pemeriksaan ultrasonography (USG) pada trimester satu (<12 minggu) usia kandungan.
DIAGNOSIS SINDROM DOWN
Diagnosis Sindrom Down dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik (diagnosis klinis) dan pemeriksaan sitogenetika (pemeriksaan laboratorium dengan melihat kromosom) untuk memastikan jenisnya dengan pemeriksaan gold standard.
Pada Rumah Sakit atau fasilitas kesehatan yang tidak mempunyai laboratorium sitogenetika biasanya diagnosis klinis dapat ditegakkan oleh seorang dokter anak (spesialis anak) ataupun dokter ahli genetika. Namun demikian untuk memastikan jenisnya (klasik atau translokasi) maka pemeriksaan sitogenetika sangat penting.
Kepentingannya adalah untuk menentukan jenis Sindrom Down yaitu jenisnya diturunkan atau tidak, sehingga dari hasil pemeriksaan sitogenetika harus dilakukan konseling genetika untuk memberikan informasi kepada orang tua mengenai risiko diturunkan atau tidak.
PENATALAKSANAAN SINDROM DOWN
Sampai dengan saat ini belum ada penatalaksanaan yang spesifik untuk Sindrom Down. Intervensi sedini mungkin dapat membantu anak dengan Sindrom Down mencapai kemampuan maksimal baik secara fisik maupun intelegensia.
Di samping itu, anak Sindrom Down dengan keterlambatan bicara dan keterlambatan perkembangan fisik lainnya (berjalan) dapat memanfaatkan terapi wicara, terapi fisik, dan terapi okupasi yang biasanya dimiliki oleh Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit.[zbr]